Jumat, 28 Agustus 2015

Organisasi global dan regional



Organisasi global dan regional diantaranya: GNB, ASEAN, OKI, APEC, OPEC, MEE, GATT, WTO, NAFTA dan CAFTA
Organisasi Regional
Organisasi regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa negara tertentu saja. Organisasi regional mempunyai wilayah kegiatannya bersifat regional, dan keanggotaan hanya diberikan bagi negara-negara pada kawasan tertentu saja. Berikut ini merupakan contoh dari organisasi regional :

1.   Gerakan Nonblok (GNB)

Latar Belakang GNB
Tujuan pembentukan Gerakan Nonblok (GNB) adalah untuk mempertahankan diri dengan jalan mempersatukan diri di antara negara2 netral guna menghadapi intervensi negara adikuasa (Blok Barat yang dipimpin USA dan Blok Timur di bawah pimpinan USSR).
Konsep Nonblok adalah tidak berpihak pada salah satu blok, baik itu blok Barat maupun blok Timur.
Faktor pendorong berdirinya GNB:
  1. Persamaan nasib bangsa2 yang pernah dijajah telah menimbulkan penggalangan solidaritas untuk mengenyahkan kolonialisme.
  2. Terjadinya Perang Dingin dan ketegangan dunia akibat persaingan antara blok barat dan blok Timur.
  3. Terjadinya Krisis Kuba yang mengancam perdamaian dunia.
  4. Pertemuan di Kairo pada 1961 untuk mempersiapkan KTT I GNB.
Landasan Keputusan GNB:
Kebebasan dan ketidaktergantungannya berdasarkan kepentingan nasional dan internasional.
Beberapa tujuan GNB sebagai suatu organisasi adalah:
  1. Mendukung perjuangan dekolonisasi.
  2. Memegang teguh perlawanan terhadap imperialisme, neokolonialisme, dan rasialisme.
  3. Sebagai wadah perjuangan bagi negara2 berkembang dalam mencapai tujuannya.
  4. Mengurangi ketegangan antara blok Barat dan blok Timur.
  5. Mengadakan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan kekerasan.
Prinsip2 GNB sbb:
  1. Tidak memihak pada salah satu blok dalam persaingan antara blok Barat dan blok Timur.
  2. Berpihak pada perjuangan antikolonialisme.
  3. Menolak ikut serta dalam berbagai bentuk aliansi militer.
  4. Menolak aliansi bilateral dengan negara super power.
  5. Menolak pendirian basis militer negara super power di wilayah masing2.
Prinsip dasar dan tujuan GNB adalah mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan prinsip universal mengenai:
  1. Kesamaan kedaulatan,
  2. Hak dan martabat negara2 di dunia,
  3. Menghormati HAM, dan
  4. Kemerdekaan yang fundamental.
GNB menentang:
  1. Imperialisme,
  2. Kolonialisme,
  3. Neokolonialisme,
  4. Perbedaan warna kulit, dan
  5. Segala bentuk ekspansi, dominasi, serta menolak segala pemusatan kekuasaan.

Lima (5) Tokoh Pelopor Berdirinya GNB:
  1. Presiden Ir. Soekarno (Indonesia)
  2. Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia)
  3. Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir)
  4. Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India)
  5. Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana)
Sejarah Berdirinya GNB
·         Berakhirnya Perang Dunia II telah melahirkan dua blok kekuatan dunia, yaitu blok Barat dan blok Timur à Blok Barat yang beraliran Liberal dipimpin Amerika Serikat (USA), sedangkan blok Timur yang berideologi komunis dipimpin Uni Soviet (USSR).
·         Kelahiran dua blok kekuatan tsb merupakan ancaman serius bagi perdamaian. Oleh karena itu, lahirlah Gerakan Nonblok (GNB) yang dianggap sebagai solusi bagi negara2 yang ingin tetap netral dan bebas dari pengaruh salah satu blok.
·         Dalam hal ini, Konferensi Asia Afrika (KAA) dianggap sebagai pendahulu bagi berdirinya GNB karena KAA telah melahirkan prinsip2 perdamaian, kerja sama internasional, kebebasan, kemerdekaan, dan hubungan antarbangsa.
·         Pada tahun 1956, Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan PM Jawaharlal Nehru (India) mengadakan pertemuan di Brioni.
·         Pada September 1960, ketiga tokoh tersebut mengadakan pertemuan dengan Ir. Soekarno dan Nkrumah dari Ghana. Pertemuan ini lalu diikuti dengan Pertemuan Persiapan Konferensi GNB di Kairo pada Juni 1961 yang merumuskan kriteria negara yang akan diundang dalam KTT GNB I dan prinsip2 GNB.
KTT GNB
  • Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB adalah forum tertinggi organisasi tersebut.
  • Konferensi ini dihadiri oleh para kepala negara maupun kepala pemerintahan dari negara2 anggota.
Hingga tahun 2006, KTT GNB telah dilaksanakan 14 kali:
1. KTT I GNB : Di Beograd, Yugoslavia (1-6 September 1961)
Hasil konferensi:
  • Membahas upaya penghentian praktik imperialisme dan kolonialisme,
  • Mencegah percobaan senjata nuklir, serta
  • Mendamaikan blok Barat dan blok Timur.
2. KTT II GNB : Di Kairo, Mesir (5-10 Oktober 1964)
Hasil konferensi:
  • Membahas tentang usaha perdamaian dunia dan
  • Membahas kerjasama ekonomi.
3. KTT III GNB : Di Lusaka, Zambia (8-10 September 1970)
Hasil konferensi:
  • Membahas tentang usaha perdamaian dunia serta
  • Membahas peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran negara2 berkembang.
4. KTT IV GNB : Di Aljir, Aljazair (5-9 September 1973)
Hasil konferensi:
  • Membahas tentang usaha peningkatan kerjasama dan saling pengertian antarnegara berkembang,
  • Meredakan ketegangan di Timur Tengah dan pergolakan di Rhodesia, serta
  • Membahas diskriminasi ras di Afrika Selatan.
5. KTT V GNB : Di Kolombo, Srilangka (16-19 September 1976)
Hasil konferensi:
  • Membahas tentang usaha menghindari ancaman perang nuklir serta
  • Memperkokoh persatuan dan kesatuan antarnegara berkembang.
6. KTT VI GNB : Di Havana, Kuba (16-19 September 1979)
Hasil konferensi:
  • Membahas tentang usaha mewujudkan tatanan ekonomi dunia baru untuk negara berkembang dan
  • Mengusulkan negosiasi global untuk membentuk kerjasama yang bersifat global.
7. KTT VII GNB : Di New Delhi, India (7-12 Maret 1983)
Hasil konferensi:
  • Menghasilkan ”The New Delhi Message” yang berisi dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina dan Namibia serta
  • Berusaha memecahkan krisis ekonomi dunia dengan membentuk Tatanan Ekonomi Dunia Baru.
8. KTT VIII GNB : Di Harare, Zimbabwe (1-6 September 1986)
Hasil konferensi:
  • Membahas tentang usaha mengakhiri pertikaian antara Irak dan Iran.
9. KTT IX GNB : Di Beograd, Yugoslavia (4-7 September 1989)
Hasil konferensi:
  • Membahas tentang usaha memperjuangkan kerjasama dan dialog antarnegara Selatan.
10. KTT X GNB : Di Jakarta, Indonesia (1-6 September 1992)
Hasil konferensi:
  • Menghasilkan ”Jakarta Message” atau ”Pesan Jakarta” yang berisi tentang pembahasan:
  • masalah kependudukan,
  • penyelesaian utang luar negeri,
  • pembentukan cadangan pangan bersama,
  • peningkatan kerjasama negara Utara-Selatan, serta
  • peningkatan kerjasama antarnegara Selatan.
11. KTT XI GNB : Di Kartagena, Kolombia (16-22 Oktober 1995)
Hasil konferensi:
  • Membahas tentang usaha penataan kembali dan demokrasi di forum PBB.
12. KTT XII GNB : Di Durban, Afrika Selatan (1-6 September 1998)
Hasil konferensi:
  • Membahas tentang usaha demokratisasi dalam hubungan antarnegara di seluruh dunia.
13. KTT XIII GNB : Di Kuala Lumpur, Malaysia (20-25 Februari 2003)
Hasil konferensi:
  • Membahas tentang revitalisasi GNB dan usaha meredakan Perang Teluk III.
14. KTT IV GNB : Di Havana, Kuba (1-6 September 2006)
Hasil konferensi:
  • Menghasilkan Deklarasi yang Mengutuk Serangan Israel atas Lebanon,
  • Mendukung program Nuklir Iran,
  • Mengritik kebijakan negara Amerika Serikat,
  • Menyerukan pada PBB agar lebih berpihak kepada negara kecil dan negara berkembang.
Perkembangan GNB
Setelah Perang Dingin berakhir, negara2 anggota GNB masih bersemangat dalam bekerjasama.
Pasca Perang Dingin, semangat kerja sama di anggota GNB masih tinggi. Ketika itu, kepemimpinan GNB pasca Perang Dingin dipegang oleh Indonesia (1992- 1995), di mana Indonesia memprakarsai kerjasama teknis di beberapa bidang sbb:
  1. Pelatihan tenaga kesehatan dan Keluarga Berencana,
  2. Studi banding para petugas pertanian, dan
  3. Menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan untuk meringankan hutang luar negeri negara berkembang.
Setelah kepemimpinan GNB diganti oleh Kolombia, kerjasama antaranggota GNB mulai menurun. Oleh karena itu, semangat kerjasama perlu dihidupkan kembali melalui revitalisasi yang dilakukan saat KTT GNB ke-13 tahun 2003 di Malaysia dan KTT GNB ke-14 di Kuba tahun 2006. Akan tetapi, upaya revitalisasi tersebut hingga kini masih belum berhasil. Bahkan, semangat kerjasama di antara anggota GNB semakin menurun tajam.

Peran Indonesia dalam GNB
Faktor utama keikutsertaan Indonesia bergabung dalam GNB adalah karena adanya kesesuaian prinsip GNB dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
Dalam hal ini, Indonesia yakin bahwa perdamaian dapat tercipta jika tidak ada negara yang mendukung suatu pakta militer atau aliansi militer ttt.
Peran Indonesia dalam GNB adalah:
1.       Indonesia berperan sebagai pelopor berdirinya GNB yang dimulai sejak menggagas pembentukan GNB. Gagasan pembentukan GNB ini dikemukakan oleh Presiden Soekarno bersama PM Jawaharlal Nehru (yang juga pelopor KAA). Akhirnya, bersama empat pemimpin negara India, Ghana, Yugoslavia, dan Mesir, Indonesia mendeklarasikan berdirinya GNB. Indonesia bahkan juga aktif dalam persiapan penyelenggaraan KTT GNB di Beograd.
2.       Dalam KTT X GNB tahun 1992, Indonesia berperan sebagai tuan rumah penyelenggaraan KTT di mana Presiden Soeharto ketika itu bertindak sebagai ketua GNB.
3.       Indonesia memprakarsai kerja sama teknis di beberapa bidang, seperti, bidang pertanian dan kependudukan.
4.       Indonesia mencetuskan upaya untuk menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan.
2.ASEAN
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA) atau lebih populer dengan sebutan Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geopolitik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regionalnya. Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap bulan November.
Organisasi Regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa negara tertentu saja. Organisasi regional mempunyai wilayah kegiatannya bersifat regional, dan keanggotaan hanya diberikan bagi negara-negara pada kawasan tertentu saja. Berikut ini merupakan contoh dari organisasi regional :
  • APEC : Asia Pasific Economic Cooperation ( organisasi kerja samaa negara-negara kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi )
  • EEC : Europe Economic Community ( Masyarakat Ekonomi Eropa ) kawasan Eropa
  • ASEAN : Association of Southeast Asian Nations = Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA) ( Dibentuk 8 Agustus 1967, memiliki 10 negara anggota, Timor Leste dan Papua new Guinea hanya sebagai pemantau, dan masih mempertimbangkan akan menjadi anggota)
  • EU = The European Union (27 negara anggota, 1 november 1993)
  • G8 = Group of Eight, kelompok negara termaju di dunia. Sebelumnya G6 pd thn 1975, kemudian dimasuki oleh Kanada 1976 (Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Britania Raya, Amerika Serikat, Kanada dan Rusia (tidak ikut dalam seluruh acara), serta Uni Eropa.


Peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi regional sangat berbeda bergantung pada karakteristik organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor geografis, ketersediaan sumber-sumber dan struktur organisasi. Perbedaan faktor-faktor ini akan mempengaruhi bentuk Organisasi Regional dan organ-organ yang menopangnya. Perbedaan karakter ini juga nantinya akan berpengaruh pada mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa antara anggota dalam sebuah Organisasi Regional.
ASEAN sebagai Organisasi Internasional Regional.
Pada tahun 1966 Indonesia mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia. Sementara itu, negara tetangga yaitu Filipina meredakan tuntutannya terhadap wilayah Sabah. Sejak saat itu negara-negara di kawasan Asia Tenggara merasa perlu membentuk organisasi regional untuk kawasan Asia Tenggara. Hal ini didukung dengan persamaankepentingan dan permasalahan yang dihadapi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
a. Perkembangan ASEAN
Berdirinya ASEAN ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Tokohtokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok adalah Adam Malik (Menteri Luar Negeri Indonesia), S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura), Tun Abdul Razak (Pejabat Perdana Menteri Malaysia), Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand), dan Narcisco Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina).
Pada tanggal 8 Januari 1984 Brunei Darussalam bergabung menjadi anggota ASEAN. Vietnam menjadi anggota ketujuh ASEAN pada tanggal 28 Juli 1995. Dua tahun kemudian, pada tanggal 23 Juli 1997 Laos dan Myanmar menjadi anggota ASEAN, disusul Kamboja pada tanggal 30 April 1999. Negara baru, Timor Leste, yang dahulu merupakan sebuah provinsi di Indonesia hanya mendapatkan status pemerhati (observer) dalam ASEAN. Hal ini setelah menuai protes dari beberapa negara ASEAN yang tidak mendukung masuknya Timor Leste ke ASEAN. ASEAN memiliki beberapa tujuan antara lain:
  • mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan kebudayaan bangsa Asia Tenggara;
  • meningkatkan stabilitas dan keamanan regional dan mematuhi prinsip-prinsip Piagam PBB; serta
  • memelihara kerja sama bidang organisasi regional maupun internasional.
b. Peran Serta Indonesia dalam ASEAN
Indonesia menunjukkan peran aktif dalam ASEAN sejak masa pembentukannya. Indonesia berkeyakinan bahwa Asia Tenggara bisa berkembang menjadi kekuatan regional yang mandiri dan kuat. Peran Indonesia dalam ASEAN sebagai berikut:
  • Sebagai negara pemrakarsa berdirinya ASEAN.
  • Sebagai penyelenggara KTT I dan IX yaitu di Bali.
  • Sebagai tempat kedudukan sekretariat tetap, yaitu di Jakarta.
  • Turut menyelesaikan pertikaian antarbangsa atau negara.
  • Mendukung kesepakatan bahwa Asia sebagai kawasan yang bebas, damai, netral, atau Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN).
  • Menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk meredakan konflik di wilayah Kamboja.
3.Organisasi Konferensi Islam (OKI)


OKI merupakan organisasi Negara-negara Islam dan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yang dibentuk sebagai reaksi terhadap pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel pada tanggal 21 Agustus 1969 yang merupakan salah satu tempat suci umat Islam, selain Mekkah dan Madinah serta bentuk penolakan terhadap pendudukan wilayah-wilayah arab oleh Israel termasuk pula penguasaan atas Yerussalem semenjak tahun 1967.

Latar belakang dan sejarah terbentuknya OKI
Pendudukan Israel atas wilayah-wilayah arab khususnya kota Yerusalem semenjak tahun 1967 telah menimbulkan kekawatiran bagi negara-negara arab dan umat Islam akan tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan Israel terhadap wilayah pendudukannya termasuk di Yerusalem yang didalamnya berdiri mesjid Al Aqsa. Pada tanggal 21 Agustus 1969 kekawatiran Negara-negara arab dan umat Islam terbukti dengan tindakan Israel yang membakar mesjid Al aqsa. Pembakaran mesjid Al Aqsa tersebut menimbulkan reaksi dari pemimpin negara arab khususnya Raja Hasan II dari Maroko, menyerukan para pemimpin negara-negara arab dan umat Islam agar bersama-sama menuntut Israel bertanggungjawab atas pembakaran mesjid Al Aqsa tersebut Seruan Raja Hasan II dari Maroko mendapat sambutan dari Raja Faisal dari Arab Saudi dan Liga Arab, yang langsung ditindaklanjuti dengan pertemuan para duta besar dan menteri luar negeri liga arab pada tanggal 22-26 Agustus 1969 yang berhasil memutuskan :

• Tindakan Pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel merupakan suatu kejahatan yang tidak dapat diterima.
• Tindakan Israel tesebut merongrong kesucian umat Islam dan Nasrani serta mengancam keamanan Arab.
• Mendesak agar segera dilakukan Konfrensi Tingkat Tinggi negara-negara Islam.
Untuk merealisasikan hasil-hasil pertemuan diatas kemudian dibentuklah panitia penyelenggara KTT Negara-negara Islam oleh Arab Saudi dan Maroko berangotakan; Malaysia, Palestina, Somali dan Nigeria, dan pada tanggal 22-25 September 1969 dilangsungkan Konfrensi Tingkat Tinggi negara-negara Islam dihadiri 28 negara dan menghasilkan beberapa keputusan penting diantaranya :

1. Mengutuk pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel
2. Menuntut pengembaliam kota Yerusalem sebagaimana sebelum perang tahun 1967.
3. Menuntut Israel untuk menarik pasukannya dari seluruh wilayah arab.
4. Menetapkan pertemuan menteri luar negeri di Jeddah Arab Saudi pada bulan Maret 1970.

Tujuan OKI
1. Memelihara dan meningkatkan solidaritas diantara negara-negara anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan politik dan pertahanan keamanan.
2. Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat suci.
3. Membantu dan bekerjasama dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina.
4. Berupaya melenyapkan perbedaan rasial, diskriminasi, kolonialisme dalam segala bentuk.
5. Memperkuat perjuangan umat Islam dalam melindungi martabat umat, dan hak masing-masing negara Islam.
6. Menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis, saling pengertian antar negara OKI dan Negara-negara lain.
Struktur organisasi OKI
Struktur organisasi terdiri dari :
1. Badan utama meliputi :
• KTT para raja dan Kepala negara/pemerintahan
• Sekretaris Jenderal sebagai badan eksekutif
• Konferensi para Menteri luar negeri
• Mahkamah Islam Internasional sebagai badan Yudikatif
• Komite-komite khusus, meliputi :
• komite Al-Quds
2. komite social, ekonomi dan budaya
3. Badan-badan subsider meliputi:
a). Bidang Ekonomi terdiri dari:
1. Pusat Riset dan latihan sosial ekonomi berpusat di Ankara (Turki).
2. Pusat Riset dan latihan teknik berpusat di Dhakka (Bangladesh)
3. Kamar Dagang Islam berpusat di Casablanca (Maroko).
4. Dewan Penerbangan Islam berpusat di Tunis (Tunisia).
5. Bank Pembangunan Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi).
b). Bidang Sosial Budaya terdiri dari:
1. Dana Solidaritas Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi)
2. Pusat Riset Sejarah dan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).
3. Dana Ilmu, teknologi dan Pembangunan berpusat di Jeddah (Arab Saudi).
4. Komisi Bulan Sabit Islam berpusat di Bengasi (Libya)
5. Komisi Warisan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).
6. Kantor Berita Islam Internasional berpusat di Jeddah (Arab Saudi).

Anggota - Anggota OKI
Organisasi Konfrensi Islam (OKI) pada saat pembentukannya memiliki anggota 28 Negara dan terus mengalami pertambahan, hingga dewasa ini anggota OKI berjumlah 46 negara yang berasal dari kawasan Asia Barat, Asia Tengah, Asia Tenggara, Afrika. Negara-negara anggota OKI adalah : Arab Saudi, Maroko, Aljazair, Bahrain, Libya, Mauritania, Djiboti, Mesir, Suriah, Tunisia, Yaman, Yordania, Oman, Qatar, Somalia, Irak, Lebanon, Kuwait, Uni Emirat Arab, Palestin, Afganistan, Bangladesh, Iran, Pakistan, Maladewa, Turki,Azerbaijan, Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, Nigeria, Mali, Niger, Senegal, Uganda, Siera Leone, Guinea issau, Gabon, Gambia, Chad, Comoros, Camerun, Burkina Faso, Benin.

Kegiatan OKI
Adapun kegiatan yang dilakukan OKI selalu dalam rangka memperjuangkan kepentingan umat Islam, negara-negara anggota, memelihara perdamaian, ketentraman dan kesejahteraan dunia, memperjuangkan kemerdekaan Palestina, baik dalam kegiatan politk, ekonomi dan sosial budaya. Adapun tantangan yang dialami OKI sampai sekarang antara lain:
1. Meminimalisasi perbedaan orientasi politik diantara negara anggota OKI
2. Mengubah dan menghapuskan salah penafsiran dunia Barat terhadap Islam yang selalu negatif, seperti mengaikkan Islam, dengan kegiatan Fundamentalis, Terorisme, dan kekerasan lainya.
3. Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan serta Solidaritas antar Anggota OKI.
4. Meningkatkan Kerjasama dalam berbagai bidang untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat seluruh negara anggota OKI.
5. Mengupayakan terus-menerus agar kemerdekaan dan kedaulatan rakyat Pelestina.

Perkembangan Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerjasama di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim di seluruh dunia.
Untuk menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota OKI memandang revitalisasi OKI sebagai permasalahan yang mendesak. Semangat dan dukungan terhadap perlunya revitalisasi OKI dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa struktur dan kinerja organisasi OKI dinilai belum efisien dan efektif. Dalam kaitan ini, telah diadakan rangkaian pertemuan yang berhasil mengkaji dan melakukan finalisasi TOR restrukturisasi OKI yang disiapkan oleh Malaysia.
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan (KTT) ke-10 di Putrajaya, Malaysia, 11-17 Oktober 2003, OKI sepakat untuk memulai upaya kongkrit dalam merestrukturisasi Sekretariat OKI terutama pada empat aspek: perampingan struktur, metodologi, peningkatan kemampuan keuangan dan sumber daya manusia. KTT Luar Biasa OKI ke-3 di Mekkah, Arab Saudi pada 7-8 Desember 2005 telah mengakomodir keinginan tersebut dan dituangkan dalam bentuk Macca Declaration dan OIC 10-years Program of Actions yang meliputi restrukturisasi dan reformasi OKI, termasuk perumusan Statuta OKI baru yang diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2015.
OIC 10-years Program of Actions merupakan awal perubahan OKI yang tidak hanya menfokuskan pada masalah politik tetapi juga ekonomi perdagangan. Program Aksi 10 tahun OKI mencakup isu-isu politik dan intelektual, isu-isu pembangunan, sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat menjawab kesenjangan kesejahteraan umat. Di bidang politik dan intelektual, dalam 10 tahun OKI diharapkan mampu menangani berbagai isu seperti upaya membangun nilai-nilai moderasi dan toleransi; membasmi ekstrimisme, kekerasan dan terorisme; menentang Islamophobia; meningkatkan solidaritas dan kerjasama antar negara anggota, conflict prevention, peanganan masalah Filipina, hak-hak kelompok minoritas dan komunitas muslim, dan masalah-masalah yang dialami Afrika.
KTT OKI ke-11 berlangsung antara tanggal 13-14 Maret dan bertemakan “The Islamic Ummah in the 21st Century” menghasilkan dokumen utama, yaitu: Piagam OKI, Final Communiqué dan sejumlah resolusi. Final Communiqué mengangkat isu antara lain mengenai politik, keamanan, Palestina, minoritas muslim seperti Kosovo, terorisme, ekonomi, sosial budaya, hukum, iptek dan sosial budaya. Sedangkan resolusi terkait yang berhubungan dengan keamanan global/ regional antara lain: Resolutions on the Cause of palestine, the City of Al-Quds Al Sharif, and the Arab-Israel Conflict, Resolutions on Political Affairs, Resolutions on Muslim Communities and Minorities in Non-OIC Member States. Piagam Baru tersebut pada intinya merupakan penegasan bagi OKI untuk mengeksplorasi bentuk kerjasama yang lain dan tidak hanya terbatas pada kerjasama politik saja.
Dalam kesempatan menghadiri KTT OKI ke-14, 13-14 Maret 2008, Presiden RI dalam pidatonya menyampaikan antara lain:
1. Dukungan terhadap OIC’s Ten-Year Plan of Action yang merupakan cerminan pragmatisme OKI dalam menghadapi tantangan dan permasalahan umat
2. konflik Palestina-Israel merupakan penyebab utama krisis di Timur Tengah dan juga merupakan tantangan serius perdamaian dan keamanan internasional. Terkait dengan hal ini, Presiden Indonesia menyambut baik hasil Konferensi Annapolis pada bulan Desember 2007, terutama mengingat adanya joint understanding untuk mendirikan negara Palestina pada akhir tahun 2008
3. potensi kapasitas negara-negara anggota OKI dapat diberdayakan dalam memainkan perannya dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan global, pemberantasan kemiskinan dan percepatan pembangunan
4. Islam, demokrasi, dan modernitas maupun HAM adalah compatible
5. Islam adalah agama perdamaian dan toleran. Upaya interfaith dan inter-civilization dialogue perlu didukung dalam mengurangi persepsi yang salah dan ketakutan terhadap Islam (Islamophobia) di kalangan Barat
6. pembangunan umat Islam harus memperhatikan aspek lingkungan. Dapat disampaikan bahwa wakil Asia, Afrika, dan Arab juga memiliki pandangan yang kurang lebih sama.
Selanjutnya, dalam KTM ke-35 OKI dengan tema Prosperity and Development di Kampala, Uganda, tanggal 18-20 Juni 2008, telah dilakukan penandatanganan Piagam Baru OKI oleh para Menteri Luar Negeri, termasuk Menteri Luar Negeri RI. Indonesia sangat mendukung proses revitalisasi OKI dan menginginkan agar OKI dapat semakin efektif dalam menanggapi berbagai perubahan dan tantangan global sesuai dengan tujuan pembentukannya. Sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam OKI dengan tujuan akhir untuk mendorong proses good governance di dunia Islam untuk menjadikan OKI sebagai organisasi yang kredibel, kompeten, dan diakui perannya di dunia internasional.
Pertemuan ke-36 Dewan Menteri Luar Negeri OKI (PTM ke-36 OKI) yang dilaksanakan di Damaskus, tanggal 23-25 Mei 2009 membahas isu-isu kerjasama yang menjadi perhatian bersama seperti politik; komunitas muslim di negara bukan anggota OKI; kemanusiaan (humanitarian affairs); hukum; masalah-masalah umum dan keorganisasian; informasi; ekonomi; ilmu pengetahuan dan teknologi; da’wah; sosial budaya; dan administrasi serta keuangan. Dalam kesempatan tersebut Menlu RI menyampaikan pokok-pokok pidato antara lain mengenai perlunya diintensifkan pelaksanaan reformasi OKI, khususnya di bidang demokrasi, good governance, dan HAM termasuk hak-hak wanita, sesuai dengan mandat Program Aksi 10 Tahun OKI (TYPOA) dan Piagam Baru OKI, disamping isu Palestina, kerjasama perdagangan dan pelibatan sektor swasta di antara negara anggota, serta,sebagai Ketua PCSP-OIC, melaporkan perkembangan proses perdamaian di Filipina Selatan terkait dengan pelaksanaan pertemuan Tripartite antara Pemerintah Filipina-MNLF-OKI yang merundingkan implementasi sepenuhnya Perjanjian Damai 1996.
Peran Pemri yang menonjol lainnya dalam OKI adalah dalam rangka memfasilitasi upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan Moro National Liberation Front (MNLF) dengan mengacu kepada Final Peace Agreement / Perjanjian Damai 1996. Peran Indonesia saat ini adalah sebagai Ketua Organization Islamic Conference Peace Committee for the Southern Philippines (PCSP-OIC). Adapun hasil penting terakhir adalah diadakannya Pertemuan JWGs ke-2 antara GRP dan MNLF difasilitasi PCSP-OIC pada tgl. 19-28 Agustus 2008, bertempat di KBRI-Manila. Sebagai tindaklanjutnya, Pertemuan Tripartite ke-3 antara GRP, MNLF dan PCSP-OIC direncanakan diselenggarakan pada bulan Januari ataupun Pebruari 2009. Dengan pelaksanaan proses-proses sebagaimana dimaksud, diharapkan akan membantu tercapainya proses pencapaian penyelesaian konflik secara damai di kawasan Filipina Selatan dan memberikan situasi aman dan bebas dari konflik di kawasan dimaksud.
Lebih lanjut, dalam berbagai forum internasional, termasuk OKI, Indonesia telah memberikan dukungan bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Realisasi dari dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan diplomatik, yaitu pengakuan terhadap keputusan Dewan Nasional Palestina (Palestinian National Council) untuk memproklamirkan Negara Palestina pada tanggal 15 Nopember 1988. Dukungan kemudian dilanjutkan dengan pembukaan hubungan diplomatik antara Pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19 Oktober 1989. Di samping itu, Indonesia adalah anggota “Committee on Al Quds (Yerusalem)”yang dibentuk pada tahun 1975.
Selain itu, Isu terorisme juga telah menjadi perhatian utama OKI. Komitmen OKI untuk mengatasi masalah terorisme terlihat antara lain pada The Extraordinary Session of the Islamic Conference of Foreign Ministers on Terrorism di Kuala Lumpur, Malaysia, 1-3 April 2002 yang menghasilkan Kuala Lumpur Declaration on International Terrorism. Deklarasi tersebut pada intinya menekankan posisi negara-negara anggota OKI dalam upaya untuk memerangi terorisme dan upaya-upaya untuk mengkaitkan Islam dengan terorisme. Terorisme merupakan salah satu isu di mana OKI memiliki sikap bersama pada pembahasan di forum SMU PBB. Hal ini terkait dengan implementasi UN Global Counter-Terrorism Strategy dan penyelesaian draft konvensi komprehensif anti terorisme internasional di mana menyisakan outstanding issue pada definisi terorisme. Inti posisi OKI menekankan perlunya dibedakan antara kejahatan terorisme dengan hak sah perlawanan rakyat Palestina untuk merdeka. Dalam kaitan ini maka penyelesaian politik konflik Palestina secara adil akan memberikan sumbangan bagi pemberantasan the root causes of terrorism.

4.Sejarah APEC
Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negara-negara Asia Pasifik, terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki hubungan diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal.
Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi. Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia. Pembentukan APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatarbelakangi terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA. Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

II.            Tujuan APEC
Ø  bekerja untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya di seluruh kawasan Asia-Pasifik,
Ø  menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan secara dramatis meningkatkan ekspor. 
Ø  terwujudnya perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di Asia-Pasifik pada 2010 untuk negara-negara industri dan pada 2020 untuk negara-negara berkembang. 
Ø  Tujuan ini diadopsi oleh pemimpin pada pertemuan 1994 di Bogor, Indonesia.

III.            Peran serta Indonesia di APEC
Indonesia menjadi anggota APEC sejak pembentukannya pada 1989 dan telah memberi berbagai kontribusi positif bagi perkembangan APEC. Peran Indonesia pada dekade awal pembentukan APEC sejalan dengan kondisi internasional dan kepentingan Indonesia pada saat itu. Perang Dingin baru saja berakhir dan sistem ekonomi berdasarkan ideologi pasar bebas dan persaingan bebas menjadi dominan. Kontribusi utama Indonesia pada awal pembentukan APEC adalah merumuskan Bogor Declaration pada saat Keketuaan APEC Indonesia tahun 1994, termasuk di dalamnya adalah Bogor Goals. Bogor Goals menjadi fokus utama APEC untuk membentuk suatu kawasan Asia Pasifik yang lebih bebas dan terbuka bagi perdagangan dan investasi. Target pencapaian Bogor Goals bagi negara maju adalah pada 2010, sementara bagi negara berkembang adalah pada 2020.
Perkembangan APEC
APEC berdiri pada bulan November 1989 di Canberra,& Australia diprakarsai Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Ada dua belas negara pendiri APEC, yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Jepang, Republik Korea, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima anggota baru, yaitu Cina dan Hong Kong. Pada tahun 1993 APEC menerima Meksiko dan Papua New Guenia. Pada tahun 1994 APEC menerima Cile dan pada tahun 1998 menerima Peru, Rusia, serta Vietnam sebagai anggota baru.

Pada awal berdirinya, APEC bersifat nonkelembagaan karena negara-negara Asia Tenggara memiliki organisasi regional sendiri, yaitu ASEAN. Negara anggota ASEAN menghendaki APEC sebagai forum komunikasi dan konsultasi. Dalam perkembangannya, Amerika Serikat dan Australia menginginkan APEC bersikap aktif. Negara-negara anggota APEC menyepakati keinginan tersebut. Hal ini diwujudkan pada tahun 1992 dalam pertemuan APEC ke-4 di Thailand. Pertemuan ini menetapkan pembentukan sekretariat tetap APEC berkedudukan di Singapura. APEC muncul sebagai organisasi bersama dengan tujuan& antara lain:
  • menjadi tempat usaha negara maju untuk membantu negara yang sedang berkembang;
  • meningkatkan perdagangan dan investasi antaranggota;
  • menjalankan kebijakan ekonomi secara sehat dengan tingkat inflasi rendah; serta
  • mengurangi atau mengatasi sengketa ekonomi perdagangan.
5. A.           Sejarah Perkembangan OPEC
OPEC Adalah Organisasi Negara – Negara Pengekspor Minyak. OPEC Dibentuk Sebagai Akibat Jatuhnya Harga Minyak Pada Perusahaan Raksasa Seperti Shell, British Petroleum, Texaco, Exxon Mobil, Socal, Dan Gulf. Mereka Melakukan Penurunan Harga Minyak Secara Drastis Sehingga Mereka Mampu Memenuhi Kebutuhan Negara – Negara Industri Besar.
Untuk Mengatasi Hal Tersebut, Negara – Negara Timur Tengah Berusaha Merebut Pasaran Harga Minyak Internasional Dengan Cara Mengadakan Perundingan Pada Tanggal 11 – 14 September 1960 Di Baghdad ( Irak ). Mereka Sepakat Mendirikan OPEC Yang Anggotanya Terdiri Dari Saudi Arabia, Iran, Irak, Kuwait Dan Venezuela.

B.            Tujuan Organisasi OPEC

OPEC Didirikan Dengan Tujuan Sebagai Berikut :

1.             Tujuan Ekonomi, Yaitu Mempertahankan Harga Minyak Dan Menentukan Harga Sehingga Menguntungkan Negara – Negara Produsen.
2.             Tujuan Politik, Yaitu Mengatur Hubungan Dengan Perusahaan – Perusahaan Minyak Asing Atau Pemerintah Negara – Negara Konsumen.


C.           Struktur Organisasi Dan Manajemen OPEC
Sesuai Dengan Statuta OPEC Pasal 9, Organisasi OPEC Terdiri Dari :
1.             Konferensi
Adalah Organ Tertinggi Yang Bertemu Dua (2) Kali Dalam Setahun. Tetapi Pertemuan Extra – Opecrdinary Dapat Dilaksanakan Jika Diperlukan. Semua Negara Anggota Harus Terwakilkan Dalam Konperensi Dan Tiap Negara Mempunyai Satu Hak Suara. Keputusan Ditetapkan Setelah Mendapat Persetujuan Dari Negara Anggota ( Pasal 11 – 12).
Konperensi OPEC Dipimpin Oleh Presiden Dan Wakil Presiden OPEC Yang Dipilih Oleh Anggota Pada Saat Pertemuan Konperensi ( Pasal 14 ).
Pasal 15 Menetapkan Konperensi OPEC Bertugas Merumuskan Kebijakan Umum Organisasi Dan Mencari Upaya Pengimplementasian Kebijakan Tersebut. Sebagai Organisasi Tertinggi, Pertemuan Konperensi OPEC Mengukuhkan Penunjukan Anggota Dewan Gubernur Dan Sekretaris Jenderal OPEC.


2.             Dewan Gubernur
Dewan Gubernur Terdiri Dari Gubernur Yang Dipilih Oleh Masing-Masing Anggota OPEC Untuk Duduk Dalam Dewan Yang Bersidang Sedikitnya Dua Kali Dalam Setahun. Pertemuan Extraordinary Dari Dewan Dapat Berlangsung Atas Permintaan Ketua Dewan Sekretaris Jenderal Atau 2/3 Dari Anggota Dewan ( Pasal 17 Dan 18 ).
Tugas Dewan Adalah Melaksanakan Keputusan Konferensi  Mempertimbangkan Dan Memutuskan Laporan – Laporan Yang Disampaikan Oleh Sekretaris Jenderal Memberikan Rekomendasi Dan Laporan Kepada Pertemuan Konferensi OPEC Membuat Anggaran Keuangan Organisasi Dan Menyerahkannya Kepada Sidang Konferensi Setiap Tahun Mempertimbangkan Semua Laporan Keuangan Dan Menunjuk Seorang Auditor Untuk Masa Tugas Selama Satu (1) Tahun Menyetujui Penunjukan Direktur – Direktur Divisi, Kepala Bagian Yang Diusulkan Negara Anggota Menyelenggarakan Pertemuan Extraordinary Konferensi OPEC Dan Mempersiapkan Agenda Sidang ( Pasal 20 ) Dewan Gubernur Dipimpin Oleh Seorang Ketua Dan Wakil Ketua Yang Berasal Dari Para Gubernur OPEC Negara – Negara Anggota Dan Yang Disetujui Oleh Pertemuan Konferensi OPEC Untuk Masa Jabatan Selama 1 Tahun ( Pasal 21 ).
3.             Sekretariat
Adalah Pelaksana Eksekutif Organisasi Sesuai Dengan Statuta Dan Pengarahan Dari Dewan Gubernur. Sekretaris Jenderal Adalah Wakil Resmi Dari Organisasi Yang Dipilih Untuk Periode Tiga (3) Tahun Dan Dapat Diperpanjang Satu Kali Untuk Periode Yang Sama. Sekretaris Jenderal Harus Berasal Dari Salah Satu Negara Anggota. Dalam Melaksanakan Tugasnya Sekjen Bertanggung Jawab Kepada Dewan Gubernur Dan Mendapat Bantuan Dari Para Kepala Divisi Dan Bagian.
D.           Peranan Indonesia Sebagai Anggota OPEC
Sejak Menjadi Anggota OPEC Tahun 1962, Indonesia Ikut Berperan Aktif Dalam Penentuan Arah Dan Kebijakan OPEC Khususnya Dalam Rangka Menstabilisasi Jumlah Produksi Dan Harga Minyak Di Pasar Internasional.
Sejak Berdirinya Sekretariat OPEC Di Wina Tahun 1965, KBRI / PTRI Wina Terlibat Aktif Dalam Kegiatan Pemantauan Harga Minyak Dan Penanganan Masalah Substansi Serta Diplomasi Di Berbagai Persidangan Yang Diselenggarakan Oleh OPEC. Pentingnya Peran Yang Dimainkan Oleh Indonesia Di OPEC Telah Membawa Indonesia Pernah Ditunjuk Sebagai Sekjen OPEC Dan Presiden Konferensi OPEC.
Pada Tahun 2004, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral ( MESDM ) Indonesia Terpilih Menjadi Presiden Dan Sekjen Sementara OPEC. Namun Akhir – Akhir Ini, Status Keanggotaan Indonesia Di OPEC Telah Menjadi Wacana Perdebatan Berbagai Pihak Di Dalam Negeri, Karena Indonesia Saat Ini Dianggap Telah Menjadi Negara Pengimpor Minyak ( Net – Importer ). Dalam Kaitan Ini, Indonesia Sedang Mengkaji Mengenai Keanggotaanya Di Dalam OPEC Dan Telah Membentuk Tim Untuk Membahas Masalah Tersebut Dari Sisi Ekonomi Dan Politik.
Hambatan Dan Peluang Secara Ekonomi, Keanggotaan Indonesia Di OPEC Membawa Implikasi Kewajiban Untuk Tetap Membayar Iuran Keanggotaan Sebesar US$ Dua (2) Juta Setiap Tahunnya, Disamping Biaya Untuk Sidang – Sidang OPEC Yang Diikuti Oleh Delegasi RI.
OPEC Melihat Bahwa Penurunan Tingkat Ekspor Di Beberapa Negara Anggota OPEC, Termasuk Indonesia, Disebabkan Karena Kurangnya Investasi Baru Di Sektor  Perminyakan. Apabila Kondisi Tersebut Terus Berlangsung, Maka Diperkirakan Indonesia Akan Mengalami Hambatan Dalam Meningkatkan Tingkat Produksinya Dan Tetap Menjadi Pengimpor Minyak Di Masa Mendatang.
Disamping Hambatan – Hambatan Tersebut Di Atas, Keanggotaan Indonesia Di OPEC Akan Memberikan Berbagai Keuntungan Politis, Yaitu Meningkatkan Posisi Indonesia Dalam Proses Tawar – Menawar Dalam Hubungan Internasional. Kedudukan Menteri ESDM Dalam Kapasitasnya Sebagai Presiden Konferensi OPEC Sekaligus Acting Sekjen OPEC Pada Tahun 2004, Telah Memberikan Posisi Tawar Yang Sangat Tinggi Dan Strategik Serta Kontak Yang Lebih Luas Dengan Negara – Negara Produsen Minyak Utama Lainnya.
Peningkatan Citra RI Di Luar Negeri. Pemberitaan Mengenai Persidangan Dan Kegiatan OPEC Lainnya Yang Sangat Luas Secara Otomatis Dapat Mengangkat Citra Negara Anggota. Perhatian Media Massa Lebih Terfokus Ketika Pejabat RI ( Menteri ESDM ) Memegang Jabatan Sebagai Presiden Konferensi OPEC.
Peningkatan Solidaritas Antar Negara Berkembang. Di Dalam Forum – Forum OPEC, Semua Negara Anggota Memiliki Visi Dan Misi Yang Sama Di Bidang Energi Serta Menjadikan OPEC Sebagai Wahana Bersama Untuk Meningkatkan Rasa Persaudaraan Sesama Negara Anggota Dan Negara Berkembang Lainnya. Opec Fund ( Lembaga Keuangan OPEC ) Telah Memberikan Bantuan Dana Darurat Sebesar 1,2 Juta Euro, Dimana Separuhnya Diperuntukkan Bagi Indonesia, Untuk Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Sumatera Utara Yang Dilanda Gempa Bumi Dan Tsunami Pada Akhir Tahun 2004.
Akses Terhadap Informasi. Sebagai Anggota OPEC, Indonesia Mendapatkan Akses Terhadap Informasi, Baik Yang Bersifat Terbuka Dari Sekretariat OPEC Maupun Informasi Rahasia Mengenai Dinamika Pasar Minyak Bumi.
Disamping Itu, Indonesia Memiliki Kesempatan Untuk Menempatkan Sumber Daya ManusiaNya Untuk Bekerja Di Sekretariat OPEC. Hal Ini Merupakan Investasi Jangka Panjang Karena Akan Dapat Menjadi Network Bagi Indonesia Di Masa Datang.
Prakiraan Perkembangan Keadaan, Menurut Kajian Yang Dilakukan OPEC, Peranan OPEC Dalam Menentukan Stabilitas Produksi Dan Harga Minyak Dunia Akan Tetap Penting, Setidaknya Hingga Tahun 2025, Karena Pangsa Pasar Negara – Negara OPEC Masih Lebih Besar Dari Negara – Negara Non – OPEC.
Pentingnya Peran OPEC Dapat Dilihat Dengan Jelas Selama Tahun 2004, Ketika Harga Minyak Mentah Dunia Melambung Tinggi, OPEC Ikut Berperan Menstabilkan Harga Antara Lain Dengan Menjaga Pasokan Minyak Dunia. Keanggotaan Indonesia Masih Diperlukan Oleh Negara – Negara Anggota Lainnya Karena Indonesia Dipandang Sebagai Negara Yang Selalu Menjaga Solidaritas OPEC Dan Selalu Berusaha Membangun Dialog Konstruktif Serta Konsensus Di Dalam OPEC.
OPEC Tetap Membutuhkan Indonesia Sebagai Faktor Penyeimbang Dalam Komposisi Keanggotaannya. Indonesia Merupakan Satu-Satunya Negara Asia Yang Menjadi Anggota OPEC. Keanggotaan OPEC Yang Didominasi Oleh Negara – Negara Timur Tengah Tidak Akan Menguntungkan Dalam Sudut Pandang Citra OPEC Di Dunia Internasional. Citra Indonesia Sebagai Negara Demokratis Dan Berpenduduk Muslim Terbesar Dan Moderat Di Dunia Dapat Membantu Perbaikan Citra OPEC.
Dalam OPEC Sendiri Belum Ada Tuntutan Agar Indonesia Mengkaji Keanggotaannya Karena Turunnya Tingkat Produksi Minyak Bumi Indonesia Serta Mulainya Indonesia Menjadi Negara Importir Minyak. OPEC Menyadari Bahwa Kemungkinan Penurunan Ekspor Minyak Negara – Negara Anggota Adalah Salah  Satu Akibat Dari Kurangnya Investasi Di Sektor Perminyakan Negara Tersebut.

6.    MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa)
Sejarah Terbentuknya MEE
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Eropa mengalami kemiskinan dan perpecahan. Usaha untuk mempersatukan Eropa sudah dilakukan. Namun, keberhasilannya bergantung pada dua negara besar, yaitu Prancis dan Jerman Barat. Pada tahun 1950 Menteri Luar Negeri Prancis, Maurice Schuman berkeinginan menyatukan produksi baja dan batu bara Prancis dan Jerman dalam wadah kerja sama yang terbuka untuk negara-negara Eropa lainnya, sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya perang. Keinginan itu terwujud dengan ditandatanganinya perjanjian pendirian Pasaran Bersama Batu Bara dan Baja Eropa atau European Coal and Steel Community (ECSC) oleh enam negara, yaitu Prancis, Jerman Barat (Republik Federal Jerman-RFJ), Belanda, Belgia, Luksemburg, dan Italia. Keenam negara tersebut selanjutnya disebut The Six State.
Keberhasilan ECSC mendorong negara-negara The Six State membentuk pasar bersama yang mencakup sektor ekonomi. Hasil pertemuan di Messina, pada tanggal 1 Juni 1955 menunjuk Paul Henry Spaak (Menlu Belgia) sebagai ketua komite yang harus menyusun laporan tentang kemungkinan kerja sama ke semua bidang ekonomi. Laporan Komite Spaak berisi dua rancangan yang lebih mengintegrasikan Eropa, yaitu:
1.         Membentuk European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE)
2.         membentuk European Atomic Energy Community (Euratom) atau Badan Tenaga Atom Eropa.
Rancangan Spaak itu disetujui pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma dan kedua perjanjian itu mulai berlaku tanggal 1 Januari 1958. Dengan demikian, terdapat tiga organisasi di Eropa, yaitu ECSC, EEC (MEE), dan Euratom (EAEC). Pada konferensi di Brussel tanggal 22 Januari 1972, Inggris, Irlandia, dan Denmark bergabung dalam MEE. Pada tahun 1981 Yunani masuk menjadi anggota MEE yang kemudian disusul Spanyol dan Portugal. Dengan demikian keanggotaan MEE sebanyak 12 negara.
MEE merupakan organisasi yang terpenting dari ketiga organisasi tersebut. Bukan saja karena meliputi sektor ekonomi, melainkan juga karena pelaksanaannya memerlukan pengaturan bersama yang meliputi industri, keuangan, dan perekonomian.
E.           Tujuan Pembentukan Organisasi MEE
MEE menegaskan tujuannya, antara lain :
1.         Integrasi Eropa dengan cara menjalin kerja sama ekonomi, memperbaiki taraf hidup, dan memperluas lapangan kerja;
2.         Memajukan perdagangan dan menjamin adanya persaingan bebas serta keseimbangan perdagangan antarnegara anggota;
3.         Menghapuskan semua rintangan yang menghambat lajunya perdagangan internasional;
4.         Meluaskan hubungan dengan negara-negara selain anggota MEE. Untuk mewujudkan tujuannya, MEE membentuk Pasar Bersama Eropa (Comman Market), keseragaman tarif, dan kebebasan bergerak dalam hal buruh, barang, serta modal.
F.           Struktur Organisasi MEE
Organisasi MEE memiliki struktur organisasi sebagai berikut :
1.         Majelis Umum (General Assembly) atau Dewan Eropa (European Parliament)
Keanggotaan Majelis Umum MEE berjumlah 142 orang yang dipilih oleh parlemen negara anggota. Tugasnya memberikan nasihat dan mengajukan usul kepada Dewan Menteri dan kepada Komisi tentang langkah-langkah kebijakan yang diambil, serta mengawasi pekerjaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE serta meminta pertanggungjawabannya.
2.         Dewan Menteri (The Council)
Dewan Menteri MEE mempunyai kekuasaan tertinggi untuk merencanakan dan memberikan keputusan kebijakan yang diambil. Keanggotaannya terdiri atas Menteri Luar Negeri negara-negara anggota. Tugasnya menjamin terlaksananya kerja sama ekonomi negara anggota dan mempunyai kekuasaan membuat suatu peraturan organisasi. Ketuanya dipilih secara bergilir menurut abjad negara anggota dan memegang jabatan selama enam tahun.
3.         Badan Pengurus Harian atau Komisi (Commision)
Keanggotaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE terdiri atas sembilan anggota yang dipilih berdasarkan kemampuannya secara umum dengan masa jabatan empat tahun. Komisi berperan sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan badan pelaksana MEE. Di samping itu komisi juga mengamati dan mengawasi keputusan MEE, memperhatikan saran-saran baru, serta memberikan usul dan kritik kepada sidang MEE dalam segala bidang. Hasil kerjanya dilaporkan setiap tahun kepada Majelis Umum (General Assembly).
4.         Mahkamah Peradilan (The Court of Justice)
Keanggotaan Mahkamah Peradilan MEE sebanyak tujuh orang dengan masa jabatan enam tahun yang dipilih atas kesepakatan bersama negara anggota. Fungsinya merupakan peradilan administrasi MEE, peradilan pidana terhadap keanggotaan komisi, dan peradilan antarnegara anggota untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di antara para negara anggota. Peradilan konstitusi berfungsi untuk menyelesaikan konflik perjanjian internasional. Untuk melancarkan aktivitasnya, Masyarakat Ekonomi Eropa membentuk beberapa organisasi baru, yaitu:
a.             Parlemen Eropa (European Parliament);
b.            Sistem Moneter Eropa (European Monetary System);
c.             Unit Uang Eropa (European Currency Unit);
d.            Pasar Tunggal (Single Market).
Menurut perhitungan suara referendum Prancis yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 1992 tentang perjanjian Maastrich, menunjukkan bahwa 50,95% pemilih menyatakan setuju. Untuk mendirikan organisasi-organisasi tersebut pada tanggal 7 Februari 1992 di Maastrich, Belanda diadakan pertemuan anggota MEE. Hasil pertemuan itu dituangkan dalam sebuah naskah perjanjian yang disebut The Treaty on European Union (TEU) atau Perjanjian Penyatuan Eropa yang telah ditandatangani oleh Kepala Negara/Pemerintah di Maastrich, Belanda. Referendum dimaksudkan untuk mendapatkan persetujuan dari 12 negara anggota Masyarakat Eropa, yakni Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Belgia, Luksemburg, Italia, Irlandia, Denmark, Portugal, Spanyol, dan Yunani.

7.    GATT

A.        Sejarah GATT.
GATT dibentuk sebagai wadah yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul kesadaran masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga multilateral disamping Bank Dunia dan IMF. Kebutuhan akan adanya suatu lembaga multilateral yang khusus ini pada waktu masyarakat internasional menemui kesulitan untuk mencapai kata sepakat mengenai pengurangan dan penghapusan berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya praktek proteksionalisme yang berlangsung pada tahun 1930 – an yang sangat memukul perekonomian dunia.
Negara-negara yang pertama kali bergabung menjadi anggota adalah 23 (dua puluh tiga) negara. Negara-negara ini membuat dan merancang piagam organisasi perdagangan internasional (International Trade Organization) yang pada waktu direncanakan sebagai suatu badan khusus PBB. Dimana, isi piagam tersebut memuat aturan-aturan dalam perdagangan dunia, ketenagakerjaan, praktek–praktek restriktif (pembatasan perdagangan), penanaman modal internasional dan jasa.
Pertemuan penting diselenggarakan di Jenewa, Swiss dari bulan April sampai November 1947. membuat rancangan piagam ITO. Perundingan–perundingan bilateral berlangsung antara negara–negara komisi antara lain: Brazil, Ceylon, Pakistan dan Rhodesia Selatan. Kemudian pertemuan penting di Havana pada tanggal 21 November 1947 – 24 Maret 1948) bertambah menjadi 66 (enam puluh enam) negara bergabung untuk membahas piagam ITO. Pertemuan berhasil mengesahkan piagam Havana. Namun, pertengahan tahun 1950, negara–negara peserta menemui kesulitan dalam meratifikasinya. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat, pelaku utama dalam perdagangan dunia, pada tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya tidak akan meratifikasi piagam tersebut. Sejak itu pulalah ITO secara efektif tidak berfungsi sama sekali. Sehingga GATT juga tidak berlaku.
Para perunding GATT mengeluarkan perjanjian internasional baru, yaitu The Protocol of Provisional Application. Sejak dikeluarkan protokol ini GATT tetap berlaku. Pada tahun 1954 – 1955, teks GATT mengalami perubahan penting yang terjadi pertama, dikeluarkannya Protokol yang mengubah bagian 1 dan pasal XXIX dan XXX dan Protokol yang mengubah Preambule dan bagian 2 dan 3. Pada tahun 1965, GATT mendapat tambahan bagian baru, yaitu bagian ke empat. Bagian ini berlaku secara de facto tanggal 8 Februari 1965 dan mulai berlaku efektif tanggal 27 Juni 1965. Bagian ini khusus mengatur kepentingan perluasan ekspor negara–negara kurang maju (pasal XXXVI – XXXVIII).[1][4]

B.        Keanggotaan GATT.
Negara anggota GATT adalah anggota WTO. Perlu dikemukan disini bahwa istilah anggota pada GATT bukan “member”, tetapi “Contracting Party”. Hal ini merupakan konsekuensi dari status GATT yang sifatnya, dengan meninjau sejarah berdirinya, “organisasi”.[2][5]
Cara menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXXIII GATT. Cara pertama, berlangsung dengan proses pengujian dan perundingan yang panjang oleh Dewan GATT pada saat menerima permohonan aksesi. Badan ini membuat putusan suatu kelompok kerja (working party) yang bertugas menganalisa kebijakan perdagangan dan kemungkinan kebijakan perdagangan negara pemohon di masa datang. Hasil dari perundingan tersebut dilaporkan oleh kelompok kerja kepada Dewan. Persyaratan-persyaratan yang disahkan Dewan kemudian menjadi bahan pemungutan suara yang mana 2/3 dari semua anggota harus menyetujuinya. Pada tahap ini negara baru tersebut dapat menanda tangani protokolnya dan untuk diratifikasi oleh perundang-undangan nasionalnya.
Cara kedua lebih sederhana menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXVI, yaitu terhadap negara–negara yang menjadi negara merdeka dari penjajahan dan yang telah menunjukkan kemandiriannya dalam melaksanakan hubungan–hubungan komersial eksternalnya (luar negerinya).[3][6]

C.        Perjanjian Akhir Putaran Uruguay GATT.
Putaran Uruguay adalah putaran yang paling kompleks dari 7 putaran yang ada sebelumnya yang dilaksanakan oleh 108 negara, yang bukan saja merundingkan masalah-masalah tradisional seperti market access saja, akan tetapi lebih luas dan juga membahas hal-hal baru dalam perdagangan sebagai akibat majunya perdagangan dan perkembangan ekonomi yang cepat.
Ada 15 masalah yang dirundingkan, dan dari 15 masalah tersebut telah dihasilkan sebanyak 28 persetujuan yang disepakati dalam putaran Uruguay, sebagaimana melaksanakan komitmen yang telah disepakati dalam putaran Tokyo tahun 1979, terutama kesepakatan mengenai non tariff barier[4][7]. Selanjutnya, diadakan pertemuan tingkat menteri Contracting Parties GATT di Punta del Este, Uruguay pada tanggal 20 September 1986 untuk meluncurkan putaran perundingan perdagangan multi lateral. Dari putaran ini terbentuk struktur perundingan, terdiri dari tiga badan utama: (i) the Trade Negotiation Committee (TNC) yang bertujuan untuk mengawasi seluruh jalannya putaran perundingan; (ii) the Group of Negotiation on Goods (GNG), yang bertujuan untuk mengawasi semua subyek pembahasan kecuali jasa; (iii) the Group of Negotiation of Service (GNS), yang bertujuan untuk mengawasi perundingan di bidang jasa.[5][8]
Ada empat tujuan utama yang hendak dicapai dalam putaran Uruguay ini:
a.    Menciptakan perdagangan bebas yang akan memberi keuntungan bagi semua negara khususnya negara berkembang, memberi peluang bagi produk ekspor dalam memasuki pasar melalui penurunan dan penghapusan tarif, pembatasan kuantitatif, dan ganjalan-ganjalan tindakan non tarif lainnya;
b.    Meningkatkan peranan GATT dan memperbaiki sistem perdagangan multilateral berdasarkan Prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan GATT yang efektif dan dapat dipaksakan;
c.    Meningkatkan ketanggapan sistem GATT terhadap perkembangan situasi perekonomian dengan mempelancar penyesesuaian struktural, mempererat hubungan GATT dengan organisasi-organisasi internasional yang relevan mengingat prospek perdagangan di masa yang akan datang, termasuk tumbuhnya produk-produk teknologi tinggi;
d.    Mengembangkan suatu bentuk kerjasama pada tingkat nasional dan internasional untuk mempererat hubungan antara kebijaksanaan perdagangan dengan kebijaksanaan ekonomi guna memperbaiki sistem moneter internasional, arus aliran keuangan dan sumber-sumber investasi ke negara sedang berkembang.
Pada waktu putaran Uruguay diluncurkan tahun1986, dan direncanakan rampung tahun 1991, Arthur Dunkel seorang arsitek dari perjanjian GATT Direkrtur Jenderal GATT, jauh-jauh hari sudah mengantisipasi masalah-masalah hukum yang timbul. Insiatif ini berwujud dengan dikeluarkannya rancangan Akhir Perjanjian Putaran Uruguay tahun 1991. baru pada bulan Desember 1993 rancangan ini menjadi Perjanjian Akhir.

D.       Bentuk Perdagangan GATT
GATT selalu megupayakan terciptanya perdagangan bebas dunia yang didasarkan pada ketentuan–ketentuan yang disepakati bersama. Latar belakangnya dari suatu konsep keunggulan komparatif. Maksudnya, bahwa negara menjadi makmur melalui konsentrasi terhadap produk apa yang bsia diproduksi oleh negara tersebut dengan sebaik-baiknya. Untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya itu, maka produk tersebut harus dapat menembus bukan saja pasar dalam negeri tetapi juga pasar dunia.
Namun demikian, keberhasilan perdagangan tersebut bersifat tidak langgeng. Kompetisi dalam produk tertentu dapat berdiri antara satu negara dengan negara lain, perusahaan satu dengan perusahaan lain, ketika terjadi perubahan di pasar terkait atau terciptanya teknologi baru yang membuat satu produk menjadi lebih murah harganya dan lebih baik kualitasnya.
Kebijakan perdagangan seperti proteksi impor atau subsidi dari pemerintah hanya akan membuat suatu perusahaan menjadi tidak efektif, dan produk-produknya menjadi tidak menarik. Hal ini, pada akhirnya, akan berakibat pada ditutupnya perusahaan tersebut, meskipun ada proteksi dan subsidi yang diberikan kepada perusahaan itu. Secara keseluruhan, apabila pemerintah terkait melaksanakan kebijakan perdagangan demikian maka pasar luar negeri dan ekonomi dunia akan menyusut.

E.        Prinsip-Prinsip GATT.
Untuk mencapai tujuan-tujuannya, GATT berpedoman pada lima prinsip utama, yaitu
a.    Prinsip Most Favoured-Nation.
Prinsip ini merupakan kebijakan yang menyatakan bahwa perdagangan dilaksanakan atas dasar non-diskriminatif. Semua anggota terikat untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap negara-negara lain dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta hal-hal yang menyangkut biaya-biaya lainnya.
Pendek kata, semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijakan perdagangan. Namun demikian, prinsip ini mendapat pengecualian, khususnya dalam kepentingan negara yang sedang berkembang, seperti pemberian preferensi-preferensi tarif dari negara-negara maju kepada produk impor dari negara sedang berkembang atau negara-negara miskin dengan pemberian fasilitas sistem preferensi umum (Generalised System of Preferences).
b.    Prinsip National Treatment.
Produk dari satu negara anggota yang diimpor ke dalam suatu negara lainnya harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri, baik dari segi pajak ataupun dari segi  pungutan-pungutan lainnya. Ia berlaku pula terhadap pengaturan perundang-undangan yang mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi, atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri.
c.    Prinsip Larangan Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif.
Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apapun, misalnya penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor atau ekspor, pengawasan, pembayaran produk-produk impor atau ekspor, pada umumnya dilarang sesuai dengan pasal IX GATT. Hal ini disebabkan karena praktek demikian bisa mengganggu praktek perdagangan normal.
d.    Prinsip Perlindungan melalui Tarif.
Pada prinsipnya, GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui tarif (menaikkan tingkat tarif bea masuk) dan tidak melakukan upaya-upaya perdagangan lainnya (non tariff commercial measures).
e.    Prinsip Resiprositas.
Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT.  Prinsip ini tampak pada preambule GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tarif yang didasarkan kepada timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak.

F.         Penyelesaian Sengketa menurut GATT.
Ketentuan GATT mengenai penyelesaian sengketa ini, pertama-tama menekankan pada pentingnya konsultasi yang dilakukan di antara para pihak yang bersengketa. Konsultasi tersebut bisa berupa perundingan informal maupun formal seperti melalui saluran diplomatik.
Ada dua alternatif yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan. Pertama, si termohon menerima dilakukannya perdamaian, maka para pihak menyelesaikan sengketanya dalam keadaan damai, dan dalam waktu  60 hari sejak permohonan berkonsultasi diterima oleh pihak lainnya dikeluarkan putusan perdamaian tersebut. Alternatif ke-dua, apabila si termohon menolak permohonan perdamaian yang diajukan, maka pemohon dapat memohonkan suatu panel atau badan pekerja (working party) pada pengadilan GATT, untuk menyelesaikan sengketanya.
Pembentukan panel ini dianggap sebagai upaya terakhir suatu penyelesaian sengketa dalam GATT. Namun demikian, ketentuan GATT masih mengizinkan para pihak untku bersepakat mencari alternatif penyelesaian lainnya yang masih memungkinkan, yaitu jasa baik, konsiliasi, dan mediasi. Ketiga bentuk alternatif itu pada pokoknya bersifat sama, yaitu mengundang pihak ke-tiga yang netral untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Dalam kasus pisang antara masyarakat eropa (ME) melawan negara-negara Amerika Latin, mereka menggunakan saluran jasa baik untuk menyelesaikan sengketa tersebut. ME dan negara-negara Amerika Latin sepakat meminta Direktur Jendral GATT untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Perkembangan lain yang lahir dari hasil perjanjian dibolehkan upaya hukum banding, yaitu lembaga yang akan menerima keberatan salah satu pihak dalam sengketa dan dibentuk panel yang terdiri dari 7 orang. Mereka bertugas selama 4 tahun. Setiap kali ada permohonan banding maka 3 orang anggota akan menanganinya. Mereka adalah orang-orang yang diakui otoritasnya, ahli dalam hukum perdagangan internasional dan masalah-masalah GATT. Mereka adalah orang-orang privat atau swasta, yang tidak terikat oleh tugas atau hubungan kerja apapun dengan pemerintahnya atau pemerintah tertentu.
Proses pemeriksaan banding tidak boleh lebih dari 60 hari sejak para pihak memberi tahukan secara formal keinginannya untuk banding. Hasil pemeriksaan dilaporkan dan disahkan oleh Badan Pemeriksa Sengketa (BPS).


8.WTO
Tujuan Organisasi Perdagangan Sedunia (World Trade Organization/WTO) yang didirikan pada tahun 1995 ini adalah:
  1. Mengatur pelaksanaan perjanjian mengenai perdagangan internasional yang ada.
  2. Menjadi forum bagi perundingan mengenai liberalisasi perdagangan global.
  3. Dalam perundingan mengenai liberalisasi perdagangan global, Jerman menjadi pendukung kuat peningkatan integrasi negara2 berkembang ke dalam perdagangan sedunia.

Akan tetapi, ketidakseimbangan kedudukan negara berkembang dan negara maju dalam suatu OI juga tampak nyata dalam WTO. Dalam organisasi ekonomi global pendukung perdagangan bebas dan adil ini terjadi perbedaan sikap yang ditunjukkan oleh negara2 maju-kapitalis terhadap negara berkembang.

Contohnya terjadi dalam proses perundingan untuk menentukan keputusan selama Konferensi Tingkat Menteri (KTM) berlangsung. KTM sebagai badan pembuat keputusan tertinggi di WTO ternyata tak mampu menghasilkan keputusan yang menguntungkan bagi semua pihak, baik negara maju maupun negara berkembang akibat ketidakterbukaan informasi dalam penyelenggaraan KTM.

Hira Jhamtani melalui bukunya ”WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga” menyebutkan bahwa banyak perundingan yang dilakukan dalam ruangan tertutup secarainformal’, tetapi hasilnya dipaksakan menjadi keputusan formal. Ketika delegasi negara2 berkembang diberi naskah deklarasi pada malam hari sebelum penutupan sidang, banyak yang mengeluh akan proses yang tidak transparan dan tidak demokratis tersebut.
Radha Sinha, seorang developmentalis yang pendapatnya dikutip oleh Clive Archer dalam ”International Organization Second Edition” berpendapat bahwa posisi negara industri memiliki kapabilitas lebih besar dalam menentukan arah kebijakan suatu OI, seperti, IMF dan IBRD.
Kenyataan ini muncul sejak KTM I di Singapura di mana negara2 maju, seperti, Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Kanada secara tiba-tiba mengusulkan lima (5) klausul baru untuk dibahas dalam perundingan yaitu mengenai:
  1. Isu penanaman modal,
  2. Kebijakan persaingan,
  3. Pembelanjaan pemerintah,
  4. Fasilitasi perdagangan, serta
  5. Pengaturan tenaga kerja.
à Kelima usul baru ini sebelumnya tidak diagendakan dalam KTM Singapura. Walaupun klausul mengenai tenaga kerja akhirnya tidak dibahas dalam sidang, tetap saja empat usul lainnya dimasukkan ke dalam agenda kerja WTO.
Oleh karena itu, Hira Jhamtani berpendapat bahwa WTO menjadi alat untuk memajukan agenda globalisasi korporasi menuju dominasi perusahaan2 multinasional (Multinational Corporations/MNC) atas kehidupan masyarakat biasa.
Berarti, WTO hanyalah suatu cara baru bagi negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang. Jadi, walaupun era kolonialisme dan imperialisme sudah berakhir, tetapi kondisi ekonomi politik internasional masih menyisakan struktur kelas antara core dan periphery.
Eksploitasi ini terjadi karena adanya sejumlah kemungkinan yang dialami oleh negara berkembang sbb:
  1. Tidak begitu memahami fenomena eksploitasi ini,
  2. Tidak sadar bahwa negaranya sedang dieksploitasi, atau
  3. Justru merasa diuntungkan oleh organisasi tersebut.
9.NAFTA


NAFTA (North America Free Trade Aggreemnet) merupakan suatu bentuk organisasi kerjasama perdagangan bebas negara-negara Amerika Utara yang terdiri dari  Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. NAFTA didirikan pada tanggal 12 Agustus 1992 di Washington DC oleh wakil-wakil dari pemerintahan Kanada serta pemerintahan tuan rumah yaitu Amerika Serikat. Dan diresmikan pada tanggal 1 Januari 1994. Pada dasarnya NAFTA merupakan organisasi yang menjanjikan kemudahan bagi negara-negara persertanya di bidang ekonomi, mulai dari diberikannya pembebasan tarif bea masuk bagi komoditi-komoditi tertentu hingga adanya perlakuan adil terhadap penanam modal asing yang akan menanamkan modalnya di masing-masing negara peserta.
NAFTA menghilangkan semua batas-batas nontarif bagi perdagangan sektor pertanian antara Amerika dan Meksiko. Ketentuan-ketentuan agrikultural Amerika-Kanada digabungkan dengan NAFTA dengan bergabungnya Meksiko. Dengan ketentuan tersebut semua tarif pada perdagangan sektor pertanian antara Kanada dan Amerika dicakup oleh tariff-rate quotas (TRQ’s) dihapus sejak 1 Januari 1998. Tujuan pembentukan NAFTA adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja melalui usaha menghilangkan berbagai hambatan perdagangan, menciptakan iklim untuk mendorong persaingan yang adil, meningkatkan peluang investasi, memberikan perlindungan terhadap hak milik intelektual, dan menciptakan prosedur yang efektif dalam penyelesaian perselisihan perdagangan antara ketiga negara anggotanya.
  1. Ketentuan yang Mengatur Anggota NAFTA
Tujuan utama NAFTA adalah untuk mengatur hak-hak dan kewajiban serta kepentingan-kepentingan negara-negara anggotanya dalam bidang sebagai berikut:
a. Perdagangan
Dalam bidang perdagangan pengaturannya memuat ketentan tentang penghapusan hambatan tarif dan non tarif. Tarif akan diturunkan secara perlahan, tergantung jenis dan tingkat kepentingan terhadap produk. Menjelang tahun 1994, 50% tarif dihilangkan dan penurunan terhadap tarif yang lain dilakukan dalam waktu 5 s/d 10 tahun diharapkan secara perlahan ketiga negara NAFTA pada akhirnya dapat memperoleh keuntungan dari penghapusan tarif.. Hambatan non tarif seperti user fees, izin impor (import License) dan kuota akan segera di hapus dengan beberapa pengecualian, kuota masih dikenakan terhadap bidang energi, pertanian, otomotif dan tekstil.
b. Keimigrasian
Di bidang keimigrasian, NAFTA memberikan kemudahan bagi pengusaha yang akan melakukan kegiatan bisnisnya, NAFTA mengizinkan adanya visa sementara kepada pengusaha dan barang barang untuk tujuan tertentu (temporary entry for bussines person & goods), bentuk insentif yang diberikan untuk mempermudah investasi dengan membebaskan orang, barang, peralatan promosi seperti televisi alat peraga, barang-barang dengan tujuan pameran serta barang modal dibebaskan masuk secara temporer.
c. Finansial
Dalam bidang finansial, hak-hak yang diatur adalah hak untuk transfer mata uang dalam investasi dan perdagangan, pembebasan penggunaan mata uang ketiga negara berdasarkan nilai pasar pada saat hari transaksi. Ketentuan dalam bidang finansial ini juga mengatur tentang larangan transfer yang berkitan dengan kepailitan.
d. Investasi
NAFTA mengatur tentang Investasi, yang menurut definisi umum berarti pembelian aset untuk meningkatkan nilai suatu produk, yang meliputi tanah, bangunan, barang modal dan bahan baku serta bahan penolong untuk kegiatan produksi, Investasi dalam pengertian NAFTA bukan merupakan investasi portofolio. Definisi investasi meliputi juga Stock, Bond, Loans, Income, Profit, Interest, Real Estate. Dalam bidang investasi NAFTA memberlakukan ketentuan “equal treatment”, persamaan perlakuan terhadap investor di masing-masing negara anggota. Investor yang menanamkan investasi di Kanada akan mendapat perlakuan yang sama di negara Amerika Serikat dan Meksiko, begitu juga sebaliknya, investor dari Amerika Serikat dan Meksiko akan diperlakukan sama di Kanada. Perlakuan kepada investor masing-masing negara ini berdasarkan perdagangan internasional yang adil, transparan dan liberal dan akan memperoleh proteksi penuh dan jaminan keamanan di masing masing negara, negara bagian.
Dalam ketentuan NAFTA tercakup juga masalah jaminan Investasi, pelarangan pengistimewaan sumber-sumber lokal bagi kepentingan ketiga negara, transfer teknologi, keseimbangan perdagangan dan pengistimewaan pemakaian produk NAFTA terhadap pihak diluar NAFTA. Dalam beberapa hal tertentu negara anggota masih di mungkinkan memperlakukan khusus terhadap investor tertentu yang memiliki arti penting bagi perekonomian negara.  Beberapa pengecualian dalam bidang investasi yang lain dalam ketentuan NAFTA adalah sektor-sektor yang secara konstitusi dilarang untuk investasi asing, seperti pelarangan pemerintah Meksiko terhadap Investasi asing untuk sektor energi, rel kereta api, perumahan/property yang terletak di perbatasan dan di sepanjang pantai. Pengecualian lain adalah masalah monopoli, bentuk-bentuk monopoli perusahaan negara masih dimungkinkan, sepanjang tidak menggunakan posisi monopoli untuk bersaing di pasaran non monopoli. Perhatian lain dari ketentuan NAFTA adalah terhadap masalah lingkungan, negaranegara NAFTA setuju untuk tetap mempertahankan standar baku mutu lingkungan.
  1. Ketentuan NAFTA terhadap Pihak Luar
    1. perdagangan
Ketentuan terhadap pihak diluar NAFTA dalam masalah perdagangan, memberlakukan ketentuan proteksi untuk memaksimalkan keuntungan angota NAFTA. Produk-produk perdagangan dari negara diluar NAFTA, disamping dikenakan hambatan tarif yang bervariasi, juga dikenakan hambatan non tariff yang ditujukan untuk melindungi, memaksimalkan produksi dan penggunaan tenaga kerja anggota NAFTA. Untuk mendeteksi barang-barang yang berasal dari luar NAFTA maka, diberlakukan ketentuan asal barang, yang di dalamnya juga diperinci presentase bahan baku, asal bahan baku dan komponen biaya lain seperti upah buruh, transportasi dan lain-lain.
b. Investasi
Dalam meningkatkan kesempatan investasi, akan memiliki pengaruh secara langsung terhadap pihak-pihak di luar NAFTA. Peningkatan kesempatan investasi ini bisa berarti membuka peluang semakin banyaknya investor menanamkan modal di NAFTA dengan memberlakukan proteksi yang di tujukan untuk menarik investasi asing masuk ke dalam NAFTA Investor yang akan diperlakukan diskriminatif adalah mereka :
1). Mereka yang tidak memiliki bisnis yang substansial, yaitu mereka yang tidak melakukan investasi nyata di bidang bidang manufaktur atau kegiatan lain yang memberikan keuntungan substansial bagi NAFTA.
2). Investor yang memiliki perusahaan di NAFTA, namun pengendali perusahaan itu berasal dari negara-negara yang memliki hubungan diplomatik yang buruk dengan negara anggota NAFTA atau negara yang diembargo salah satu negara NAFTA.
c. Imigrasi
Dalam NAFTA di atur ketentuan mengenai Temporary entry for business person (TEFBP). TEFBP ini di berikan kepada para pengusaha yang berasal dari luar NAFTA yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan dan investasi, yaitu pekerja professional, pedagang dan investor substantial, perpindahan perkerja antar perusahaan danPengusaha yang melakukan kunjungan bisnis. Keempat golongan tersebut di bebaskan dari keharusan memiliki sertifikat/perijinan kerja, di bebaskan dan keharusan mengikuti test kelayakan kerja. Ketentuan NAFTA ini bersifat diskriminatif terhadap orang-orang di luar keempat golongan di atas. Dengan adanya ketentuan ini, investor potensial di beri kemudahan untuk melakukan bisnis di NAFTA.
  1. Dampak NAFTA terhadap Negara Anggotanya
    1. Keuntungan
Adapun keuntungan-keuntungan yang telah dicapai dengan terbentuknya organisasi perdagangan bebas ini adalah sebagai berikut:
  • Sektor Pertanian Amerika
Kanada dan Meksiko adalah pasar ekspor kedua dan ketiga terbesar bagi Amerika. Gabungan kedua ekspor tersebut lebih besar dibanding eksport ke Jepang atau 15-anggota Uni Eropa. Sejak tahun fiskal (1992-1998), nilai ekspor keluar sektor pertanian Amerika meningkat 26 persen. Selama periode tersebut ekspor pertanian dan makanan pada kedua pasar NAFTA meningkat 48 persen.
  • Perdagangan dengan Meksiko
Selama tahun fiskal 1997-1998 ekspor makanan dan pangan Amerika ke Meksiko meningkat dari 881 juta dolar menjadi 5,9 milyar dolar – level terbesar selama 5 tahun dalam NAFTA. Amerika banyak mengekspor produk pangan ke Meksiko dibanding China, Hongkong dan Rusia tahun lalu. Sekarang Amerika mensuplai hampir 75 persen impor pangan Meksiko. NAFTA menjaga pasar Meksiko tetap terbuka bagi produksi pangan Amerika walaupun sejarah krisis ekonomi terburuk Meksiko modern. Saat melemahnya peso ekspor pangan Amerika turun sampai 11 persen tahun 1995, dan meningkat kembali 60 persen tahun 1998. Meski perdagangan pangan telah meningkat pada dua arah dibawah NAFTA, ekspor Amerika ke Meksiko meningkat dengan cepat dibanding impor dari Meksiko. Surplus perdagangan pangan Amerika dengan Meksiko adalah 1,32 milyar dolar pada tahun 1998.
  • Perdagangan dengan Kanada
Kanada telah menjadi pasar yang stabil bagi perdagangan pangan Amerika dibawah FTA, dengan bertambahnya ekspor pangan 10 persen setiap tahun sejak tahun 1990-1998. Ekspor Amerika mencapai rekor 7 milyar dolar ke Kanada tahun 1998, dan bertambah lebih dari 89 persen sejak 1990. Buah-buahan dan sayuran segar, makanan ringan, dan konsumsi makanan lainnya mendekati hampir tiga perempat penjualan di Amerika.
Di atas telah dijelaskan bahwa NAFTA telah memberikan banyak keuntungan namun dari keuntungan-keuntungan tersebut ternyata yang mendapatkan banyak keuntungan terbanyak adalah negara Amerika Serikat. Baik dalam sektor pertanian Amerika Serikat, perdagangan Meksiko, perdagangan dengan Kanada. Amerika Serikat telah menjalankan kepentingan dengan mengadakan banyak perjanjian termasuk dalam perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara Amerika Utara ini. Dan dari penjelasan tersebut, terlihat jelas bahwa blok perdagangan bebas ini bersifat deskriminasi karena keuntungan yang diperoleh tidak bersifat merata. Negara Amerika yang merupakan negara super power ini yang kemudian menjadi pihak yang sangat untung.
  1. Kerugian
  • Kemiskinan di Meksiko
Meskipun banyak keutungan yang dijanjikan NAFTA, rata-rata warga Meksiko tidak merasakan manfaatnya sejak dilaksanakannya perjanjian ini. Pada dua bulan pertama tahun 1995 stok pasar jatuh 24%, ratusan perusahaan tutup, dan lebih dari 250000 warga Meksiko kehilangan pekerjaan. Pekerja Amerika juga tidak melihat manfaatnya dari perjanjian perdagangan ini. Satu setengah tahun pertama dilaksanakannya NAFTA terlihat perdagangan Amerika menjadi defisit hampir 80000 pekerja Amerika kehilangan pekerjaannya. Para pekerja dari utara juga tidak mendapat kebaikan: upah di Meksiko menurun sekitar 40%-50%. Sementara biaya hidup meningkat 80% pendapatan hanya meningkat 30%. Tingkat inflasi tahun 1996 meningkat lebih dari 51% dan 20000 usaha bisnis kecil dan sedang mulai bangkrut dengen meningkatnya persaingan dari perusahaan-perusahaan multinasional.
Sampai dengan tahun 1996 lebih dari 2.3 juta warga Meksiko kehilangan pekerjaanya sejak dilaksanakannya NAFTA. Harga kebutuhan dasar seperti bahan bakar dan listrik meningkat pada tingkatan yang tidak terduga. Setahun setelah jatuhnya mata uang peso, tiga perempat keluarga Meksiko tidak mampu mendapatkan makanan dasar dan pelayanan dibutuhan agar menjaganya tetap di atas garis kemiskinan. Begitu menyedihkan nasib rakyat ini karena perdagangan yang tidak merata keuntungannya ini.
  • Permasalahan Sektor Pertanian di Meksiko
Sebelum dilaksanakannya NAFTA, sebagian lahan Meksiko digunakan untuk produksi jagung yang dihasilkan oleh 2,5 juta petani. Tahun 1996 Meksiko mengimpor senilai 1,1 milyar dolar jagung, yang merupakan salah satu produksi terkuatnya.

Kerugian dari NAFTA ini ternyata banyak dialami oleh Meksiko berbeda ahlnya dengan yang disakan oleh Amerika Serikat yang menikmati banyak keuntungan. Dari kasus tersebut telihat jelas bahwa NAFTA dan bentuk perjanjian perdagangan bebas lainnya tidak memberikan kesejahteraan secara merata namun hanya, sebelah pihak. Seperti kasus yang terjadi di Meksiko karena adanya pasar bebas, maka produk-produk dan perusahaan-perusahaan kesil di Meksiko menjadi bangkrut dan tutup. Sedangkan pihak yang menjadi untung adalah Amerika yang perekonomiannya menjadi defisit. Dengan kerugian yang dialami oleh Meksiko ini, akan sangat mempengaruhi masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin seperti para petani. Bagi sebuah negara berkembang aspek pertanian merupakan hal sangat penting dan mempengaruhi kelangsungan hidup suatu negara. Dan ini merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun, setelah masuknya NAFTA kebijakan-kebijakan dalam aspek pertananian tersebut juga disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di NAFTA.
  1. Dampak NAFTA terhadap Perdagangan Internasional
NAFTA sebagai instrumen baru perdagangan international, bersifat liberal dan terkedepan dalam melaksanakan ketentuan GATT, namun sangat protektif dan diskriminatif bagi pihak lain diluar NAFTA. Sebagai suatu blok perdagangan yang memproteksi investasi dan perdagangan negara-negara anggotanya, NAFTA telah menyebabkan terjadinya perubahan struktur perdagangan dunia dan menyebabkan terjadinya perubahan peta lokasi industri dunia. Perubahan struktur perdagangan dunia disebabkan oleh besarnya peran perekonomian negara-negara NAFTA dalam perdagangan dunia. Sebagai blok perdagangan yang protektif, ketentuan NAFTA telah menyebabkan terjadinya pemisahan siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan, serta merubah jenis barang yang dapat diperdagangkan. Mereka yang diuntungkan adalah mereka yang karena ketentuan NAFTA dapat melakukan kegiatan perdagangan, menggatikan posisi pihak yang tidak lagi dapat melakukan kegiatan perdagangan dan investasi di NAFTA.
NAFTA memberlakukan proteksi untuk tujuan menarik investor asing yang di sebut dengan istilah “Administered protection to encourage foreign investment.” Strategi ini menuntun investor asing untuk masuk ke dalam “Dinding Proteksi” (inside protection wall). Mereka yang dianggap anggota NAFTA adalah investor yang berasal dari luar NAFTA namun berinvestasi dan memiliki bisnis yang substansial di NAFTA maka mereka akan dianggap sebagai anggota NAFTA.
Negara yang memiliki Hubungan Bilateral dengan anggota NAFTA Kata bilateral menunjukan hubungan parsial Amerika Serikat negara anggota NAFTA lainnya dengan negara tertentu untuk dapat mengakses pasar NAFTA. Amerika Serikat mempelopori hal ini dengan menandatangani perjanjian bilateral dengan beberapa negara untuk menjamin akses pasar produk negara tersebut ke pasar Amerika Serikat NAFTA dalam ketentuannya juga memberikan keuntungan kepada negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bilateral setelah perjanjian bilateral dengan Israel yang lebih bersifat politis, Amerika Serikat juga menandatangani beberapa perjanjian bilateral dengan negara-negara Karibia, Singapore dan Vietnam . Vietnam adalah contoh yang menggambarkan pengaruh hubungan bilateral dengan AS terhadap perkembangan perdagangan dan investasi Vietnam.
Negara negara Asia Tenggara dan Negara Industri Baru Asia merupakan negara yang export utama produk mereka bergeser dari produk pertanian dan hasil alam ke produk manufaktur. Ini menunjukkan bahwa peran industri manufaktur sangat besar dalam nilai export negara Negara Industri Baru Asia dan Asia Tenggara. Thailand merupakan contoh negara yang mengalami kerugian akibat berlakunya NAFTA, Tahun 2000 ekspor produk manufaktur Thailand tercatat sebesar US$ 69.270. juta Pada periode Januari – Juli 2001, ekspor Thailand tercatat US$ 38.376.juta sedangkan impornya US$ 38.129 juta, dibandingkan periode yang sama tahun 2000 ekspor meningkat 21,85% dan import meningkat 25,45%. Negara tujuan ekspor utama, AS (turun 0,47%) , Jepang (naik 7,69%). Singapore (turun 2,58%) Hongkong (naik 0,81%) Malaysia (naik 11,08%), China (naik 11,26%) Inggris (naik 12,84%) negara tujuan ekspor yang tumbuh mencapai 30-40% adalah sejumlah negara Eropa, Asia Tenggara, Timur tengah dan Amerika Latin. Ekspor Thailand ke tujuan Amerika serikat di dominasi produk pertanian, elektronik, dan Garmen, penurunan ekspor Thailand ke tujuan Amerika Serikat merupakan dampak berlakunya NAFTA, yang menyebabkan perusahaan industri melakukan relokasi perusahaan keluar dari Thailand, terutama ke Vietnam yang upah buruhnya lebih murah dan memiliki akses pasar ke Amerika Serikat.
Sebagai blok perdagangan yang protektif, NAFTA menyebabkan terjadinya perubahan lokasi industri. Proteksi memang cenderung untuk membuat terjadinya perubahan lokasi industri. Amerika Serikat pada tahun 1970-an, memproteksi produk otomotif Jepang, mobil sedang berukuran besar dilarang untuk memasuki pasar Amerika Serikat, akibatnya Jepang justru mengembangkan mobil-mobil kecil, dan merelokasi pabriknya ke kawasan Asia Tenggara. Adanya proteksi Amerika Serikat terhadap produk ekspor tekstil negara lain, dengan memberikan kelonggaran kepada negara berkembang untuk memasuki pasar Amerika Serikat melalui skema Sertifikat Asal Barang, telah menyebabkan perusahaan-perusahaan yang berasal dari negara-negara yang tidak lagi tergolong negara berkembang seperti Korea, Taiwan dan Hongkong, mengalihkan investasinya ke negara berkembang seperti Indonesia dan Thailand dengan tujuan untuk dapat memasuki pasar Amerika Serikat. Adanya proteksi yang diberlakukan NAFTA, menyebabkan terjadinya perpindahan lokasi industri.
10. CAFTA
      a.      Sejarah CAFTA
CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement) adalah sebuah perjanjian perdagangan bebas antara Cina dan negara-negara ASEAN.
Sebelum dideklarasikannya CAFTA, pada tahun 2002 negara-negara di ASEAN telah membuat sebuah perjanjian perdagangan yang disebut AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) yang beranggotakan 10 negara-negara di Asean.
Pada tahun 2006 China bersama negara-negara ASEAN menandatangani perjanjian yang disebut CAFTA. CAFTA berlaku mulai tahun 2010 untuk 6 negara (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand dan Filipina) dan tahun 2015 untuk Kamboja, Myanmar, Laos dan Vietnam.
Perjanjian ini dimaksudkan untuk mendongkrak perekonomian di negara-negara ASEAN dan China dengan meluasnya perdangangan ke seluruh ASEAN dan China dengan tarif pajak yang sangat kecil.
b.      Pro Kontra CAFTA
Pihak yang pro menyatakan CAFTA tidak hanya berarti ancaman serbuan produk-produk Cina ke Idonesia, tetapi juga peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Cina dan negara-negara ASEAN. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan bahwa free trade agreement (FTA) memberikan banyak manfaat bagi ekspor dan penanaman modal di Indonesia (Kompas, 5/1/2010).

Sebaliknya, Ernovian G Ismy, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan kekhawatirannya atas pemberlakukan perdagangan bebas ASEAN-Cina, di antaranya terjadinya perubahan pola usaha yang ada dari pengusaha menjadi pedagang. Intinya, jika berdagang lebih menguntungkan karena faktor harga barang-barang impor yang lebih murah, akan banyak industri  kreatif nasional dan lokal yang gulung tikar hingga akhirnya berpindah menjadi pedagang saja (Republika, 4/1/2010).

c.       Dampak CAFTA
Berlakunya CAFTA di Indonesia memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya antara lain:
1.           Dengan diberlakukannya CAFTA bisa diprediksikan bahwa sejumlah produk barang dan jasa buatan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik Cina. Produk-produk hasil perkebunan seperti kakao, minyak kelapa sawit dan lain-lain misalnya akan lebih mudah diterima dan dibeli konsumen Cina sebab lebih kompetitif.
2.           Bisa dijadikan motivasi Indonesia untuk lebih membangun masyarakat yang lebih produktif dan kreatif serta mandiri secara ekonomi.

Dampak negatif dari CAFTA antara lain:
1.           Meningkatnya PHK dan pengangguran.
Perusahaan akan menahan biaya produksi melalui penghematan penggunaan tenaga kerja tetap. Sehingga job security tenaga kerja menjadi rapuh dan angka pengangguran meningkat. Padahal, industri merupakan sektor kedua terbesar setelah pertanian dalam menyerap tenaga kerja.
2.           CAFTA akan mematikan banyak industri di Indonesia. Hal ini menyebabkan melonjaknya ketiadaan lapangan usaha di kalangan rakyat jelata.
3.           Mematikan pedagang kecil dan UKM (Usaha Kecil Menengah).
4.           CAFTA membuat ketergantungan Indonesia kepada Cina sangat besar
5.           Akibat barang impor lebih murah, volume impor barang konsumsi pun naik, sehingga menghabiskan devisa negara dan membuat nilai tukar rupiah menjadi melemah.
6.           Melemahnya industri manufaktur nasional.
Indonesia dalam perdagangan bebas itu hanya unggul sebatas pada perdagangan komoditas primer seperti minyak sawit mentah (CPO) dan bahan energi. sedangkan industri dasar tidak berkembang.

d.      Solusi  yang pernah ditawarkan atau diterapkan sebelumnya di Indonesia
Bangsa Indonesia tidak akan diam saja menghadapi CAFTA 2010, banyak yang telah memikirkan solusi untuk membuat bangsa ini dapat menghadapi CAFTA dengan sebaik-baiknya tanpa harus membuat bangsa ini jatuh ke dalam kemunduran ekonomi negara. Diantara solusi-solusi yang pernah ditawarkan baik oleh anak bangsa maupun oleh pemerintah ialah:
1.           DPR berencana membuat Panja (Panitia Kerja)
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas renegosiasi implementasi kesepakatan perdagangan bebas antara China dan ASEAN (China-ASEAN Free Trade Area/CAFTA). Pembentukan panja ini untuk penajaman, khususnya mencari solusi bagi sektor usaha yang tidak siap menghadapi CAFTA. Panja tidak dimaksudkan untuk meminta pembatalan, tetapi penundaan implementasi terhadap sektor-sektor yang belum siap bersaing.
2.           Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa membentuk tim koordinasi.
Tim koordinasi tersebut memiliki tiga tim teknis yang memiliki lima target program yang akan dilakukan sehingga CAFTA memberikan manfaat pula untuk Indonesia. Lima langkah utama itu adalah melakukan suatu pemantauan di pelabuhan-pelabuhan utama Indonesia atas barang-barang yang mendapatkan fasilitas terkait CAFTA. Hal kedua yang dilakukan adalah melakukan pengawasan pasar domestik. Juga dilakukan pengawasan apakah terjadi penyelundupan, anti-dumping dan apakah barang yang masuk dilengkapi dengan surat keterangan asal. Juga menjadi tugas tim bagaimana memberikan penguatan terhadap industri-industri yang ditengarai terkena dampak. Penguatan yang dimaksud adalah mempercepat pembangunan infrastruktur, menghilangkan hambatan-hambatan yang mendorong terjadinya ekonomi biaya tinggi, memberikan insentif fiskal dan non fiskal serta membantu promosi. Tugas tim yang kelima adalah meningkatkan upaya-upaya ekspor produk Indonesia ke berbagai negara yang menjadi peluang pasar.
3.           Menko Perekonomian berencana melakukan standardisasi
Menteri perdagangan Hatta Rajasa mengatakan pada Media Indonesia bahwa pemerintah akan mengeluarkan notifikasi inventaris yang bisa dibicarakan ada sekitar 200-an dan tidak bisa disebutkan satu persatu yang jelas pemerintah melakukan sesuatu agar agreement ini tidak menyebabkan injury bagi industri-industri di Indonesia.
4.              Pembentukan Balai Pelatihan Promosi Export Daerah
Di beberapa daerah di Indonesia telah dibentuk Balai Pelatihan Promosi Export Daerah. Ada lima daerah yang mempunyai balai ini yaitu Makasar, Surabaya, Medan dan Banjarmasin. Balai pelatihan tersebut nantinya dapat meningkatkan kapasitas komoditas ekspor ke berbagai negara. Balai itu nantinya akan diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin berusaha, kalangan Usaha Kecil dan Menegah dan Mahasiswa. Keberadaan Balai Pelatihan tersebut dapat mempercepat akses pasar di luar negeri. Saat ini Indonesia sudah memiliki 19 perwakilan Indonesia Trade Promotion Center di Kanada dan Eropa.
5.           Bantuan mesin produksi dan pelatihan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Surabaya memberi bantuan mesin produksi kepada  4000 mikro kecil dan menengah (UMKM) di Surabaya.  Penggunaan mesin dalam produksi ini akan mengurangi biaya produksi. Dengan biaya produksi murah harga barang menjadi lebih murah. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, kata dia, juga memberikan pelatihan kpada 4000 UMKM itu. Pelatihan dibagi dalam 20 bidang industri. Dimana setiap bidang industri ada sebanyak 200 peserta. Pelatihan bertujuan meningkatkan keterampilan pelaku UMKM sesuai jenis usahanya.
e.      Solusi yang Dapat Diterapkan di Indonesia Untuk Menghadapi  CAFTA 2010.
Saat ini CAFTA telah diberlakukan di Indonesia. Maka, tidak mungkin lagi Indonesia meminta penangguhan waktu dari perjanjian ini. Karena telah terlanjur , maka solusi yang dapat diterapkan adalah:
1.             Meningkatkan daya saing produk lokal
Produk-produk China mempunyai harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik daripada produk lokal. Maka peningkatan daya saing produk lokal perlu dilakukan karena sasaran dampak dari CAFTA ini lebih berakibat buruk terhadap produk lokal.
Upaya peningkatan daya saing produk lokal dapat dilakukan dengan peningkatan mutu dan kualitas produk lokal dengan biaya produksi yang seminimal mungkin.
Peningkatan mutu dan kualitas produk lokal dapat dilakukan seperti memperbarui desain produk sesuai dengan kegemaran konsumen atau up to date, membuat publikasi (iklan) yang lebih gencar kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih mengenal produk lokal daripada produk China, membuat inovasi-inovasi terbaru yang dapat menyaingi produk-produk China.
Peningkatan mutu dan kualitas berbanding lurus dengan biaya produksi yang tinggi. Hal itu akan melambungkan harga produk lokal sehingga masyarakat akan lebih melirik produk China. Biaya minimal dapat diberikan pemerintah melalui pinjaman ringan pada usaha-usaha kecil dan menengah, mengurangi korupsi serta pungli di birokrasi pemerintahan. Peningkatan daya saing produk lokal ini dapat membuat konsumen di Indonesia lebih memilih produk-produk lokal daripada produk China.
2.    Menyiapkan SDM yang Bermutu
Memproduksi barang yang murah dan berkualitas tidak akan tercapai sementara disisi lain SDM yang dimiliki pun berkualitas rendah. Karena CAFTA sudah didepan mata, maka perlu diadakan sebuah pelatihan-pelatihan yang harus segera dilaksanakan secepatnya. Pelatihan-pelatihan ini tidak hanya dilakukan di beberapa daerah tertentu saja melainkan diseluruh Indonesia. Pelatihan-pelatihan ini difokuskan untuk meningkatkan SDM yang mempunyai daya saing dalam memproduksi produk lokal. Pelatihan ini dapat berupa pelatihan pembuatan desain produk masa kini sesuai selera masyarakat, pelatihan cara mempublikasikan produk agar lebih dikenal masyarakat, pelatihan distribusi dan pemasaran peserta pelatihan yang merangsang masyarakat agar dapat membuat inovasi-inovasi terbaru dan berbeda.
Pelatihan ini diharapkan bukan hanya sebuah pelatihan yang akan dilupakan oleh peserta setelah pulang dari pelatihan. Pelatihan ini diharapkan dapat membangkitkan kemauan dan usaha SDM agar dapat secepat mungkin berkarya.
3.    Realisasi Undang-Undang Perlindungan bagi Produsen dan UMKM di Indonesia.
Pemerintah perlu merealisasikan pelaksanaan Undang-Undang dan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan bangsa Indonesia utamanya produsen barang dan UMKM dalam menghadapi CAFTA ini. Dengan realisasi pelaksanaan undang-undang ini maka produsen produk lokal dan UMKM akan merasa benar aman dan tidak khawatir akan dirugikan CAFTA daripada negara lain.
4.    Membuat kebijakan untuk distributor agar tidak mendistribusikan barang impor secara berlebihan
Penyebaran produk-produk China di Indonesia sampai ke pelosok-pelosok daerah tidak terlepas dari peran distributor. Sehingga, meluasnya penyebaran produk China dapat mengancam produk lokal yang kalah saing dengan produk China. Pemerintah dapat membuat kebijakan pembatasan pendistribusian barang impor secara berlebihan yang bisa mengancam produk lokal.
5.      Mensosialisasikan cinta produk Indonesia
Hal-hal diatas tidak akan mungkin terlaksana sementara konsumen sendiri masih enggan untuk membeli produk lokal. Karena itu perlu diadakan sosialisai besar-besaran untuk mencintai dan membeli produk indonesia.
Sosialisasi ini dilakukan dengan memasang baliho dan spanduk di tempat-tempat strategis, membuat iklan layanan masyarakat di berbagai media, menyebar pamflet-pamflet ke seluruh Indonesia.
Sosialisasi ini perlu juga diawasi pelaksanaannya agar dapat terlaksana dengan baik.
Akhirnya, segala hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak buruk CAFTA tidak bisa maksimal selama pemerintah dan masyarakat tidak bersatu berupaya mengurangi dampak CAFTA. Namun, perlu disadari bahwa kemampuan Indonesia menghadapi CAFTA agar  tidak berdampak buruk bagi bangsa ini tidak bisa dibandingkan dan disamakan dengan kesiapan China yang telah mempersiapkan diri bertahun-tahun dalam menghadapi perdagangan bebas dunia.
PBB Sebagai Organisasi Internasional Global
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan sebuah organisasi internasional yang anggotanya negara-negara di dunia. PBB dibentuk untuk memfasilitasi hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau biasa disingkat PBB (bahasa Inggris: United Nations atau disingkat UN) adalah sebuah organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.
Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington, DC, namun Sidang Umum yang pertama - dihadiri wakil dari 51 negara - baru berlangsung pada 10 Januari 1946 (di Church House, London). Dari 1919 hingga 1946, terdapat sebuah organisasi yang mirip, bernama Liga Bangsa-Bangsa, yang bisa dianggap sebagai pendahulu PBB.
Sejak didirikan pada tahun 1945 hingga 2011, sudah ada 193 negara yang bergabung menjadi anggota PBB, termasuk semua negara yang menyatakan kemerdekaannya masing-masing dan diakui kedaulatannya secara internasional, kecuali Vatikan. Selain negara anggota, beberapa organisasi internasional dan organisasi antar-negara mendapat tempat sebagai pengamat permanen yang mempunyai kantor di Markas Besar PBB, dan ada juga yang hanya berstatus sebagai pengamat.Palestina dan Vatikan adalah negara bukan anggota (non-member states) dan termasuk pengamat permanen (Tahta Suci mempunyai wakil permanen di PBB, sedangkan Palestina mempunyai kantor permanen di PBB).
Organisasi ini memiliki enam organ utama: Majelis Umum (majelis musyawarah utama),Dewan Keamanan (untuk memutuskan resolusi tertentu untuk perdamaian dan keamanan),Dewan Ekonomi dan Sosial (untuk membantu dalam mempromosikan kerjasama ekonomi, sosial internasional dan pembangunan), Sekretariat (untuk menyediakan studi, informasi dan fasilitas yang diperlukan oleh PBB), Mahkamah Internasional (organ peradilan primer), Dewan Perwalian (yang saat ini tidak aktif). instansi Sistem PBB lainnya yang menonjol termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Program Pangan Dunia (WFP) dan Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa(UNICEF). Organisasi ini didanai dari sumbangan yang ditaksir dan sukarela dari negara-negara anggotanya, dan memiliki enam bahasa resmi: Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol.
Kedudukan dan Fungsi PBB
Tak lama setelah berdirinya PBB mencari pengakuan sebagai badan hukum internasional supaya bisa menerima "Ganti Rugi Kepada PBB Atas Cidera yang Dideritanya"dengan disertai pendapat dari Mahkamah Internasional (ICJ). Pertanyaan yang muncul adalah "Apakah PBB, sebagai organisasi, memiliki hak untuk meminta klaim internasional terhadap pemerintahan tertentu terkait cedera yang diderita oleh PBB, yang diduga telah disebabkan oleh negara/pemerintahan tersebut."
Pengadilan menyatakan: Organisasi ini (PBB) berniat melaksanakan hak dan kewajiban, dan pada kenyataannya memang mampu melaksanakan kewajiban dan menerima hak tertentu yang hanya mungkin dapat dijelaskan jika memiliki kapasitas kepribadian internasional yang besar dan mampu untuk beroperasi dalam ranah internasional. ... Dengan demikian, Pengadilan telah sampai pada kesimpulan bahwa Organisasi ini (PBB) adalah Badan Hukum Internasional.
Fungsi dan Tujuan PBB adalah:
-   Memelihara perdamaian dan keamanan internasional
-   Mengembangkan hubungan persaudaraan antarbangsa
-   Menciptakan kerjasama dalam memecahkan masalah- masalah internasional dalam          bidang ekonomi,sosial budaya dan hak asasi
-   Menjadikan PBB sebagai pusat usaha dalam mewujudkan tujuan bersama cita-cita diatas

a. Perkembangan PBB
PBB didirikan di San Francisco pada tanggal 24 Oktober 1945. Pendirian PBB dilakukan setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington. Sidang umum PBB pertama berlangsung pada tanggal 10 Januari 1946 di Church House, London. Sidang ini dihadiri wakil dari 51 negara. Pada tahun 1919–1946 terdapat sebuah organisasi yang mirip PBB. Organisasi ini bernama Liga Bangsa-Bangsa dan dianggap sebagai pendahulu PBB. Sejak berdiri pada tahun 1945–2007 jumlah anggota PBB mencapai 192 negara. Sekretaris Jenderal PBB sekarang bernama Ban Ki-Moon, berasal dari Korea Selatan. Ia menjabat sebagai sekretaris jenderal PBB sejak tanggal 1 Januari 2007. PBB memiliki enam organ utama sebagai berikut:
1) Sidang Umum PBB.
2) Dewan Keamanan PBB.
3) Dewan Ekonomi dan Sosial PBB.
4) Dewan Perwalian PBB.
5) Sekretariat PBB.
6) Mahkamah Internasional.
b. Peran Indonesia dalam PBB
Indonesia memiliki peran besar dalam PBB. Indonesia terdaftar dalam beberapa lembaga di bawah naungan PBB. Misalnya, ECOSOC (Dewan Ekonomi dan Sosial), ILO (Organisasi Buruh Internasional), maupun FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian). Indonesia juga terlibat langsung dalam pasukan perdamaian PBB. Dalam hal ini Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda untuk mengemban misi perdamaian PBB di berbagai negara yang mengalami konflik. Indonesia terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk masa bakti 2007–2009. Proses pemilihan dilakukan Majelis Umum PBB melalui pemungutan suara. Pada proses pemungutan suara, Indonesia memperoleh 158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara anggota yang memiliki hak pilih. Pemilihan ini merupakan kali ketiga Indonesia menjadi anggota Dewan Keamanan PBB setelah periode 1974–1975 dan 1995–1996.

Sejak tanggal 1 Januari 2007 Indonesia diberi kehormatan bersama-sama dengan lima negara besar (Amerika, Inggris, Prancis, Cina, Rusia) dan sembilan negara lain untuk memutuskan upaya mengatasi konflik besar di berbagai negara.